Lihat ke Halaman Asli

Ayah, Nelson Mandela Itu Siapa?

Diperbarui: 24 Juni 2015   04:11

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

13864777221745378235

[caption id="attachment_282576" align="alignnone" width="650" caption="Beberapa tweet yang menunjukkan ketidaktahuan remaja mengenai Nelson Mandela. Sumber : koleksi pribadi "][/caption] Judul di atas diambil dari tweet seorang kawan saya. Ya, saya memang agak sedikit kaget dan tercengang melihatnya. FYI, pertanyaan tersebut ditanyakan oleh seorang anak remaja atau boleh lah dibilang “ABG”. Setelah cukup kaget melihat tweet tersebut, iseng-iseng saya mencoba mencari tweet serupa, dan hasilnya……jreeeeng, banyak yang tidak tahu siapa itu Nelson Mandela. Well, antara ingin tertawa dan sedih, dan saya bertanya-tanya kepada diri saya sendiri : “Apakah remaja zaman sekarang sebegitu cuek-nya dengan apa yang terjadi di belahan dunia lain??? Kalau pengalaman saya, tema mengenai perjuangan Nelson Mandela ini diajarkan di Sekolah Menengah Pertama (SMP), yang merupakan bagian dari pelajaran sejarah dunia bersama topik lainnya seperti Perang Dunia I dan II, Revolusi Perancis, Kemerdekaan Amerika Serikat, dan lain-lain. Sejarah adalah salah satu mata pelajaran yang paling sukai, selain pelajaran olahraga tentunya :D. Beberapa tahun lalu, saya pernah chatting dengan seorang mahasiswi dari Italia, waktu zamannya MIRC masih ngetrend. Dia berkata bahwa ketika masih duduk di bangku SMA, dia sudah diajarkan mengenai sejarah Amerika Latin, termasuk Che Guevara. Seingat saya, waktu SMA, saya sama sekali tidak mendapatkan mata pelajaran mengenai sejarah Amerika Latin. Namun karena pada dasarnya saya suka sejarah, jadi saya membaca dari berbagai sumber. Terkait dengan ketidaktahuan para ABG mengenai Mandela, hal ini bukan sepenuhnya salah mereka. Faktor orangtua juga berperan disini. Apakah banyak orangtua yang beranggapan bahwa anak kecil “terlalu berat” untuk mempelajari masalah politik?? Selain itu, sekolah juga harus bertanggung jawab mengenai “ketidaktahuan” ini. Saya akui bahwa proses pengajaran sejarah hanya terpatok pada buku, buku, dan buku. Dan terus terang saya juga tidak tahu sistem pengajaran sejarah di sekolah pada saat ini. Seharusnya, apa yang menjadi “isu-isu hangat” pada saat ini pun dibahas di kelas, tapi pada saat saya masih duduk di bangku sekolah, hal itu tidak diterapkan. Ya, ini semua adalah PR bagi dunia pendidikan, baik guru maupun orangtua. Saya cukup beruntung karena  sejak SD saya telah membaca koran dan kalau ada hal-hal yang tidak saya mengerti , saya menanyakan kepada orangtua. Orangtua saya bukan orang kaya tapi mereka selalu memprioritaskan pendidikan, contoh kecilnya adalah tidak lupa membelikan buku sejak saya duduk di bangku TK. Mereka sadar bahwa pendidikan di sekolah saja tidak cukup, oleh karena itu buku adalah hal yang wajib dimiliki.  Kebiasaan membaca buku ini terbawa sampai sekarang. Kemana-mana, saya selalu membawa buku, apalagi kalau sedang terjebak macet di kendaraan umum. Buku adalah obat yang paling ampuh untuk mengatasi rasa kesal karena terjebak macet

:D

Semoga kejadian ini menjadi pelajaran bagi mereka-mereka yang bergelut di dunia pendidikan, bagi anak-anak dan remaja, serta bagi orangtua untuk lebih “peka”.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline