Jika mendengar kata jurnalisme dan jurnalistik, kita sudah pasti langsung berpikir tentang peliputan berita, wartawan, dan surat kabar. Tapi tahukah kamu arti dari journalisme dan jurnalistik?
Dilansir dari (Kamus Besar Bahasa Indonesia) KBBI, jurnalisme adalah pekerjaan mengumpulkan serta menulis berita di media massa cetak atau elektronik; kewartawanan. Sedangkan, jurnalistik "yang menyangkut kewartawanan dan persuratkabaran".
Menurut Asti Musman dan Nadi Mulyadi, jurnalisme adalah keseluruhan proses pengumpulan fakta, penulisan, penyuntingan, serta penyampaian berita. Lalu, pengertian jurnalistik menurut Djen Amar, ia berpendapat bahwa jurnalistik adalah kegiatan mengumpulkan, mengolah, serta menyebarkan berita kepada khalayak seluas-luasnya dan secepatnya.
Perbedaan keduanya terletak pada istilahnya saja. Jurnalistik terdiri dari kata ‘jurnal’ berarti catatan sehari-hari, dan ‘istik’ artinya ‘hal ihwal’ atau ‘yang berkaitan dengan...’. Sementara jurnalisme berasal dari kata ‘jurnal’ berarti laporan atau catatan sehari-hari, dan ‘isme’ artinya paham atau ajaran.
Kesimpulannya, istilah jurnalistik dan jurnalisme mempunyai makna yang sama. Tidak ada perbedaan yang signifikan, karena jurnalistik dan jurnalisme hanya berbeda istilah saja.
Jurnalistik dan Kepercayaan Warga
Dalam kanal YouTube BBC's Ideas, dalam konten videonya yang berjudul "What's is the future of journalism?" membahas tentang jurnalisme yang kepercayaaan dari warga negaranya sudah memudar. Pudarnya kepercayaan warga terhadap pers disebabkan oleh seringnya berita palsu yang muncul ke khalayak umum.
Tidak hanya melalui media cetak dan media elektronik, kini berita pun muncul melalui media sosial seperti Instagram, Facebook, Twitter, Tiktok. Berita yang diunggah oleh citizen journalism melalui media sosial bisa dengan cepat tersebar dan terkadang belum diketahui kebenarannya. Oleh karena itu, banyak berita yang membuat warga kebingungan untuk memilah kebenaran dari kebohongan.
Ketika kepercayaan pada jurnalisme memudar, maka kepercayaan publik akan runtuh. Yang diperlukan adalah mengembalikan kepercayaan publik pada jurnalisme. Namun, berita palsu tersebut sebenarnya adalah kabar baik bagi jurnalis yang dapat dipercaya. Itu merupakan kesempatan bagi media berita untuk menunjukkan mengapa mereka dibutuhkan untuk warga negara. Era digital adalah kesempatan bagi jurnalis untuk menemukan kembali dirinya dengan alat-alat bantu baru. Internet dapat menjadi tempat untuk media arus utama bersaing tanpa harus meninggalkan prinsip-prinsip jurnalistik. Ini juga merupakan kesempatan bagi jurnalisme untuk berhubungan kembali menjadi lebih beragam, relevan, dan menarik. Dalam dunia sosial dimana emosi dan nilai-nilai mendorong jurnalis menemukan kembali perhatian warga dan kepercayaan warga untuk dapat diandalkan, bertanggung jawab, dan menceritakan peristiwa-peristiwa dunia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H