Lihat ke Halaman Asli

Kebebasan Pendapat di Aras Digital

Diperbarui: 24 September 2017   02:07

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Kebangkitan media pasca orde baru hingga kini telah membawa arus demokrasi yang lebih besar di Indonesia. Pasalnya media tidak hanya difungsikan sebagai penyambung informasi antara masyarakat dan pemerintah, namun juga sebagai instrumen penggiringan opini publik. Hal ini didukung oleh tren social mediayang penggunanya mencapai 95% dari 63 juta pengguna internet di Indonesia, bahkan Indonesia menempati peringkat 4 pengguna facebookterbesar setelah USA, Brazil, dan India (diakses dari www.kominfo.go.id).

            Hal ini baik, ketika mengingat penggunaan social mediayang berdampak pada kemudahan akses masyarakat serta transparansi informasi. Namun disisi lain, ketergantungan masyarakat pada internet khususnya social mediayang kini menjadi lapak baru dalam mencari informasi kemudian berkembang pada taraf yang lebih besar, yaitu menyebarnya berita hoax. Fakta menunjukkan bahwa terdapat 800ribu situs di Indonesia yang diidentifikasi sebagai penyebar hoax dan hate speechmenurut data dari Kementerian Komunikasi dan Informatika (diakses dari www.cnnindonesia.com), dan lebih dari 90% diantaranya adalah berita yang mengandung politik (diakses dari www.techno.okezone.com).

            Dengan atau tanpa disadari, fenomena berita hoax dan hate speechdi social mediaberpengaruh pada pemikiran politik masyarakat di Indonesia saat ini. Kita bisa melihat dari beberapa contoh kasus "perang netizen" pendukung pasangan calon gubernur dalam pilkada DKI, pro dan kontra presiden, atau mungkin yang saat ini sedang banyak mendapat sorotan publik seputar film kontroversial G30SPKI. "Hoax", kemudian tidak hanya dimaknai sebagai berita bohong, penggunaannya kemudian berkembang untuk memperkokoh apa yang menjadi 'keyakinan' masyarakat. Kata "hoax" menjadi gambaran tentang sesuatu yang berada diluar 'keyakinan' diri seseorang/sekelompok orang, tanpa mendalami esensi sebenarnya dari sebuah informasi. 

Penggunaan kata "hoax" dimasyarakat saat ini berkembang menjadi piranti untuk me-liyan-kan sebuah statemen/informasi, bahkan pemikiran yang bersebrangan. Hal ini tentunya tidak berlaku terhadap semua orang dan sangat bergantung pada etika bermedia sosial.

            Lalu, apa yang dapat diambil dari penjelasan diatas? Kita dapat melihat bahwa keaktifan netizen dan penyebaran berita (termasuk berita hoax), bagaimanapun telah berdampak sangat besar terhadap penggiringan opini publik, dan bahkan mampu menembus pada taraf pengambilan keputusan politik ditengah-tengah masyarakat, baik dalam politik formal seperti kecenderungan pada salahsatu kandidat dalam pemilu, maupun dalam partisipasi politik yang non-formal misalnya keterlibatan dalam unjuk rasa sebagai bentuk dari ekspresi keberpihakan pada sebuah ideologi/statement/tokoh tertentu.

            Demokrasi yang saat ini sedang ramai-ramai dibangun dalam aras digital pada kenyataannya tidak hanya berhenti dan mengambang dalam taraf pemikiran, namun juga pada apa yang kita sebut sebagai 'kebebasan berpendapat' yang menjadi basis massal untuk mengekspresikan pemikiran masyarakat, tentang apapun, bagaimanapun, dan siapapun, meskipun dalam penerapannya juga terbatas pada UU ITE. Oleh karenanya, keterbukaan dan kemudahan akses terhadap infomasi perlu disikapi secara bijaksana oleh masyarakat. 

Apa yang dibutuhkan dalam era digital di Indonesia bukan hanya terbatas pada derasnya berita yang beredar dimasyarakat, namun juga esensi dari isi berita itu sendiri serta etika masyarakat yang logis dan obyektif dalam bermedia sosial. Bukan berarti masyarakat dilarang untuk menunjukkan keberpihakan, tidak samasekali, namun ditekankan pada argumen dan sumber yang kuat untuk menunjukkan keberpihakan tersebut, demi menguatkan pengetahuan masyarakat untuk membangun demokrasi era digital yang lebih baik di Indonesia. Salam demokrasi!! 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline