[caption caption="Kompas.com"][/caption]
Ruhut Sitompul anggota Komisi III DPR RI dari Partai Demokrat ikut "bernyanyi" dalam kasus "Papa Minta Saham".
Kemarin Presiden Jokowi diberitakan marah besar. Menurut Ruhut hal yang wajar. "Harga diri Presiden sudah dipermainkan, wajar kok marah. Novanto dan Riza sudah kebangetan," (Sumber Berita).
Ruhut pun mengatakan Kejaksaan Agung itu berada di bawah Presiden. Seharusnya merespons kemarahan Presiden dan mengusut kasus ini meski tanpa aduan. "Kalau saya Jaksa Agung, saya tangkap Novanto,".
Selama kasus "Papa Minta Saham" bergulir hanya Ruhut Anggota Dewan yang berani bicara vokal seperti itu. Anggota DPR yang lainnya, meski berasal dari Koalisi Indonesia Hebat yang merupakan partai-partai politik pendukung pemerintah cenderung melempem seperti kerupuk yang masuk angin, padahal Partai Demokrat tidak termasuk Koalisi Indonesia Hebat.
Dalam rekaman percakapan antara Setya Novanto, Riza Chalid dan Maroef Sjamsoeddin ada disebut tentang uang sebesar Rp 500 milyar yang diberikan oleh Riza Chalid kepada pasangan Pilpres Prabowo Subianto dan Hatta Radjasa. Adakah Anggota Dewan, termasuk dari Koalisi Indonesia Hebat yang berani mengungkit dan menyindir Prabowo?. Tidak ada, hanya Ruhut yang berani melakukannya. "Prabowo katanya dikasih 500 miliar oleh Riza, kok diam saja?" (Sumber Berita).
Bukan hanya vokal mengatakan "Saya tangkap Novanto" dan menyindir Prabowo, Ruhut pun menilai ada permainan yang dilakukan oleh Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) karena cenderung melindungi Setya Novanto mengatakan, "Pak Jokowi itu senang sama kodok. Kalau kodoknya ngerti, bisa tertawa termehek-mehek lihat permainan ini," (Sumber Berita). Kodok bisa tertawa termehek-mehek, hanya Ruhut yang berani mengatakannya.
Sepertinya tidak ada Anggota Dewan periode 2014-2019 yang berani dan vokal seperti Ruhut. Jika pun ada bisa dihitung dengan jari, dan Ruhut adalah Anggota Dewan yang paling berani dan vokal menyatakan pendapat dibanding rekan sejawatnya. Jika ada yang mengatakan Ruhut berani dan vokal seperti itu karena ada kepentingan di dalamnya, politik memang sarat dengan kepentingan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H