Hari itu selasa tanggal 16 oktober 2012, aku dan beberapa teman jurnalis dari pers mahasiswa se Indonesia akan melakukan peliputan di daerah pesisir pantai, tepatnya di daerah pulau pasaran Kota Karang, kecamatan Tanjung Karang Timur kota Bandarlampung. Kami berasal dari berbagai universitas dari daerah Aceh hingga Pontianak, saat itu kami sedang mengikuti sebuah acara Pelatihan Nasional mengenai peliputan dengan teknik reportase.Saat melakukan reportase itu, kelompokku mendapat tema mengenai pendidikan di daerah pesisir. Mendapat tema tersebut aku dan seorang rekanku, langsung tertarik untuk meliput sekolah yang ada disana khususnya dari sudut pandang infrastruktur.
Awalnya kami mendatangi sebuah SD yaitu SDN2 Kota Karang, yang terletak di Pesisir Pulau Pasaran. SD ini dibangun pada tanah sekitar 1 hektar, sekolah ini dari segi kualitas dan sarana prasarana dapat dikatakan baik. SDN 2 Kota Karang berdiri pada tahun 1982, dan sudah 6 kali berganti kepala sekolah, saat ini jumlah siswa di SDN 2 Kota Karang, hampir 500 orang siswa bersekolah di sana. Sekolah ini tertata rapih dan bersih, guru yang berada disekolah ini sangat ramah. Namun, beberapa orang dari guru tersebut akan segera pensiun beberapa tahun lagi. SDN 2 ini merupakan 1 dari 4 SD Negeri yang terdapat di sana.
Berbagai kendala yang sering dihadapi SDN 2 ini adalah kesadaran orang tua dan siswa di sekitar sekolah. Jumlah siswa akan sangat berkurang apa bila sudah kelas 5 SD, karena mereka kebanyakan memilih untuk membantu perekonomian orang tuanya. Mereka dapat bekerja membantu mencari ikan, dan juga mencuci kapal para nelayan, sebab sebagian besar penduduk di pesisir pantai ini, berprofesi 90% sebagai nelayan. SDN 2 Kota Karang sering menjadi perwakilan kota Bandarlampung dalam cabang olah raga takraw. Saat kami datang kesana, beberapa orang atlet tekraw yang berasal dari sekolah itu memperlihatkan kebolehannya dalam memainkan bola takraw.
Setelah meliput SD tersebut, perhatian kami jadi tertuju pada SD yang berada di pulau pasaran. Kamipun pergi ke darmaga untuk menuju pulau pasaran, disana terlihat beberapa orang sedang menaikan barang belanjaannya ke atas perahu nelayan. Kamipun ikut naik kapal nelayan tersebut untuk menuju sebuah sekolah diseberang pesisir ini. Tarif perorang yang dikenakan adalah sebesar 2000 rupiah, dengan tarif ini kita sudah bisa sampai ke pulau pasaran, yang jaraknya hanya sekitar 200 meter dari pulau tersebut.
Sesampainya di pulau pasaran tersebut, kami disuguhi pemandangan yang indah, kapal-kapal nelayan yang sedang bersandar, serta tiupan angin, dan keramahan penduduk di pulau itu, membuat aku dan rekanku makin tertarik menjelajahi pulau ini. Terlihat beberapa poster berukuran 1x1 meter yang bergambarkan foto calon gubernur masa depan. Lalu kami menyusuri pulau tersebut untuk menemukan sekolah yang kami cari. Dalam perjalanan mencari sekolah tersebut, kami bertemu sekelompok warga yang sedang mengolalah hasil tangkapan ikan terinya. Tidak lama berselang akhirnya kami menemukan sekolah yang ada dipulau tersebut, dan itulah SDN 3 Kota Karang, Pulau Pasaran.
SDN 3 Kota Karang didirikan pada tahun 1983, hanya setahun lebih muda dari SDN2 yang kami kunjungi tadi. Tapi keadaannya sangat berbeda, jumlah siswanya lebih sedikit, guru juga lebih sedikit bahkan hanya 6 orang yang berstatus pegawai negeri. Saat kami mendatangi sekolah tersebut, kami bertemu dengan salah seorang guru, dia menuturkan bahwa mereka sering mengalami hambatan, terutama jika ingin menuju sekolah. Untuk menuju sekolah tersebut satu-satunya alat transportasi adalah perahu nelayan. Jika pagi hari meskipun guru-guru SD tersebut sudah datang sangat pagi, akan tetapi untuk sampai di sekolah mereka harus menunggu nelayan hingga perahunya penuh penumpang, sehingga menyebabkan kegiatan belajar mengajar di SDN 3 menjadi terhambat, dan tidak sesuai jadwal. Di SDN 3 ini juga infrastruknya kurang memadai, terlihat beberapa atas sudah rusak, bahkan ada 1 ruangan yang digunakan untuk 2 kelas, sehingga memaksa mereka untuk bergantian menggunakan kelas. Kondisi SDN 3 ini, sudah seharusnya menjadi perhatian bagi pemerintah, terutama untuk akses transportasi bagi pengajar, tanpa akses yang memadai, mustahil mereka dapat mengajar tepat waktu. Penambahan ruang kelas dengan fasilitas yang lebih baik juga harus dilakukan, agar para siswa dapat belajar dengan baik.
Jika dibandingkan dengan sekolah yang ada di pusat kota, lebih sangat berbanding terbalik lagi, apa lagi dengan SDN 2 teladan yang berada di jantung kota Bandarlampung, sekolah ini sudah RSBI, bahkan aksesnya sangat lancar, jika sudah jam pulang sekolah terjadi kemacetan, sebab mobil jemputan siswa berjejer bagaikan semut di sapanjang jalan tempat SD itu berada.Seharusnya kita sadar betul, bahwa pendidikan itu hak semua warga negara, tapi faktanya pemerataan pendidikan sulit sekali. Bagaimana anak nelayan ingin maju, jika dari kebutuhannya saja mungkin akan sulit dipenuhi orang tuanya, karena segala sesuatunya terbatas, kemudian sarana prasarana belajar disekolahpun sekarang jauh berbeda, sudah jelas dibawah, bagaimana mereka mau bersaing dengan anak-anak yang orang tuanya secara ekonomi mapan. Tapi bagaimanapun, inilah gambaran nyata pendidikan kita.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H