Dahulu, Henry Ford, pendiri Ford Motor Company memutuskan untuk menerapkan sistem kerja 40 jam dalam 5 hari (5 days work week) dengan tujuan untuk memberikan waktu 'istirahat' untuk para pekerjanya. Tentu, selain maksud mulia tersebut selalu ada maksud ekonomis di balik keputusannya sebagai seorang pendiri perusahaan.
Henry Ford merasa karyawan-karyawannya saat itu butuh waktu yang lebih banyak untuk bisa membelanjakan uang mereka dengan barang-barang konsumsi, termasuk untuk membeli produk-produk automobile milik Ford Motor Company itu sendiri.
Memang si Henry Ford otaknya encer, seorang industrialis sejati. Asumsinya terbukti benar, menyambut kebijakan kerjanya tadi maka meningkatlah konsumsi karyawannya saat itu dan juga berhasil menaikkan penjualan produk perusahaannya sendiri. Ia berhasil mempertahankan loyalitas karyawannya kepada perusahaan dengan memberikan mereka ekstra libur 1 hari lagi dalam seminggu.
Karyawan happy karena mendapatkan hari libur tambahan, dengan begitu banyak karyawannya yang betah bekerja dengannya saat itu.
Berkat 'kemurahan hatinya' saat itu, Ford mampu menjaga semangat kerja karyawan dan dampak jangka panjangnya ia dapat melejitkan produktivitas dan brand awareness orang terhadap produk-produk Ford kala itu.
Perusahaan Ford bahkan pada tahun 1914 mampu menggenggam 48% pangsa pasar otomotif saat itu. Pencapaian itu dapat mereka raih hanya dalam waktu 6 tahun saja.
Meski tanpa sosial media saat itu, keberhasilan dan kebijakan Henry Ford saat itu tersohor dengan cepat ke seantero Amerika. Dengan segera kebijakannya ditiru dan diterapkan oleh perusahaan-perusahaan besar lainnya di Amerika. Tak lama kemudian menyebar ke seluruh dunia, termasuk ke Indonesia.
Nah, di Indonesia sendiri sebenarnya kebijakan jam kerja 40 jam per hari dan 5 hari kerja dalam 1 minggu itu telah lama dijadikan undang-undang, agar menjadi dasar perusahaan-perusahaan di Indonesia bisa menentukan jam kerja untuk karyawan-karyawannya.
Tetapi itu dulu. Saat iklim investasi dan ketenagakerjaan di Indonesia masih belum seperti sekarang. Saat ini sudah banyak disahkan undang-undang ketenagakerjaan lainnya. Sekarang ini ada banyak perusahaan yang menjadikan kalimat 'percepatan pertumbuhan ekonomi di era teknologi dan globalisasi' sebagai dasar untuk mengabaikan aturan pembatasan 40 jam kerja dalam seminggu ini.
Pasti tidak akan kesulitan bagi kita sekarang untuk menunjukkan atau menyebutkan daftar perusahaan-perusahaan yang tidak lagi memakai pembatasan jam kerja ini. Dalihnya tentu soal peningkatan produktivitas dan demi keberlangsungan perusahaan.