Lihat ke Halaman Asli

Hoarding Disorder: Kebiasaan yang Mengkhawatirkan yang Ternyata Sering Kita Lakukan

Diperbarui: 27 Oktober 2023   16:19

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi Kamar Penderita Hoarding Disoder. Sumber Foto : iStock

Suatu hari, selesai mandi saya teringat dengan shampo di kamar mandi saya yang sudah habis. Saya berjalan ke kamar mandi, saya ambil botol shampo saya yang kosong di kamar mandi. Bentuk botolnya sih biasa saja, tetapi ukurannya yang cukup besar membuat saya berpikir ulang untuk membuangnya, saya berpikir botol ini bisa saya gunakan lagi entah untuk apa nanti. Akhirnya saya pergi ke gudang berniat untuk memasukkan botol itu ke dalam kotak kardus tempat saya biasanya menyimpan barang-barang bekas.

Setelah membuka kardus penyimpanan di gudang, saya baru sadar, saya sudah banyak sekali 'mengoleksi' botol-botol kosong bekas shampo seperti ini. Dan entah mengapa saya masih berpikir suatu hari botol-botol ini akan berguna untuk menyimpan shampo saya yang baru jika saya beli lagi nanti. Tetapi, bukankah tidak pernah ada shampo dalam kemasan isi ulang? Lalu untuk apa saya mengumpulkan semua botol-botol shampo ini?

Mungkin sebagian pembaca artikel ini pasti akan bilang, "kan, bisa dipakai untuk hal-hal lain. Tinggal butuh kreatifitas sedikit saja lagi" Iya memang betul, tetapi bukan di situ poin saya kali ini. Poinnya adalah, sadarkah Anda bahwa yang saya lakukan tadi itu secara tidak disadari adalah sebuah gangguan mental? Istilah psikologi untuk menyebut 'kegemaran' menimbun barang-barang yang kita anggap akan berguna suatu hari nanti (padahal tidak) itu disebut Hoarding Disorder

Apakah bapak/ibu pembaca artikel ini suka mengoleksi botol-botol bekas air mineral, botol-botol parfum sisa suami atau istri Anda, tetapi setelah dipikir-pikir lagi Anda cenderung kesulitan menjawab perntayaan untuk apa dan mengapa Anda tiba-tiba menumpuk botol-botol bekas itu? Atau adek-adekku yang saat ini sedang nge-kost di perantauan, apakah kalian saat ini sedang tiduran di tengah-tengah kardus-kardus mie instan bekas yang berserakan di kiri kanan kalian? Bapak-bapak, ibu-ibu, adek-adek, ternyata perilaku seperti itu pun sudah dikategorikan sebagai hoarding disorder, tetapi mungkin masih ada di level yang rendah.

Saya pun baru tah tentang fakta ini. Sebenarnya kita ini juga punya bakat hoarding disorder sexara alamiah.

Sekitar 3 minggu yang lalu, jika Anda menonton berita, ramai dikabarkan sebuah kamar di salah satu kost-kost-an putri yang di dalamnya terdapat banyak sekali tumpukan sampah dan pakaian-pakaian kotor. Tetapi anehnya si penghuni kost selama ini masih saja tinggal di dalam kamar kost-kostan itu dan tanpa pernah terlihat membersihkan kamarnya sekalipun menurut tetangga kamar kostnya. Bahkan yang lebih mengejutkan lagi adalah pengakuan si penghuni kost yang memang selama ini mengaku ia tidur bersama dengan sekian banyaknya sampah-sampah dan baju kotor di kamarnya itu.

Kasus hoarding disorder yang terbaru dan masih bisa saya temukan beritanya di TV adalah tentang seorang dokter di Karawang yang juga diduga menderita hoarding disorder. Dokter "W" ini viral di internet setelah sebuah akun tiktok menunjukan isi rumah dokter W yang ternyata sangat berantakan dan banyak sekali sampah-sampah yang berserakan di mana-mana. Sebenarnya, menurut warga sekitar dokter W ini adalah dokter yang baik dan resepnya terkenal manjur, pasiennya pun banyak. Tetapi untuk kasus yang satu ini sebenarnya masih belum dapat dipastikan apakah dokter ini menderita hoarding disorder atau memiliki kelainan jiwa yang lainnya, karena saat ditanya-tanya oleh polisi dan warga jawaban-jawaban beliau sungguh aneh dan tidak masuk akal. Silahkan lanjutkan dengan mencari detailnya sendiri di google saja.

Berkaca dari dua contoh kasus di atas, beberapa ciri khas yang biasanya para penderita hoarding disorder ini miliki adalah kecenderungan rasa ingin menyimpan banyak benda tidak berguna di dalam tepat tinggalnya, sehingga biasanya rumah mereka akan terasa sempit karena dipenuhi dengan sampah-sampah yang bagi mereka itu masih berharga. Jika ada orang lain yang mencoba untuk menyingkirkan barang-barang tak terpakai itu mereka basanya akan marah karena benar-benar merasa seperti memiliki ikatan secara personal oleh benda-benda yang tak berguna itu.

Dikutip dari laman alodokter.com, seringkali orang yang menderita hoarding disorder tidak menyadari bahwa perilakunya itu salah dan kerap dialami oleh orang-orang yang menderita gangguan kepribadian obsesif kompulsif. Jika ditinjau dari aspek neurologis, seorang penderita hoarding disorder menunjukkan pola-pola aktivitas yang tidak biasa di dalam bagian otak yang berperan dalam proses pengendalian diri dan pengambilan keputusan, ketika ia sedang berpikir tentang mengolah atau membuang sampah-sampah itu.

Sekilas, rasanya hoarding disorder ini sangat mirip dengan yang namanya pemalas. Tetapi menurut penelitian para psikolog hoarding disorder berbeda dengan pemalas. Karena penderita hoarding disorder tidak mau membuang barang-barang tidak berguna itu karena mereka merasa sayang jika harus membuang barang-barang itu. Penderita gangguan mental ini biasanya menganggap 'sampah' itu sebagai benda yang memiliki nilai personal bagi mereka, sehingga menurutnya 'sampah' itu pantas untuk dikoleksi.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline