Lihat ke Halaman Asli

Perkara Kerja: Esensi dan Ekspektasi pada Orangtua dan Anak Muda

Diperbarui: 23 Oktober 2023   19:09

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Foto oleh Pavel Danilyuk: www.pexels.com

"Sekolah yang rajin, yang pinter, biar nanti bisa kerja di perusahan yang bagus."

Pernah mendengar nasehat seperti itu dari orangtua atau paman dan bibi Anda? Jika jawabannya iya, maka selamat, berarti kita berada di circle yang kemungkinan serupa. 

Kita dibesarkan dalam lingkungan yang isinya adalah orang-orang tua yang masih memegang teguh pemikiran-pemikiran lawas seperti itu. 

Sekarang pertanyaan selanjutnya adalah, jadi apa Anda sekarang? Jika memang sekarang Anda merasa sudah menjadi seperti apa yang diingiinkan orangtua dan Anda juga bahagia menjalaninya, maka harus kembali saya ucapkan selamat, Anda beruntung karena bisa menemukan bahagia dengan jalan itu. Sayangnya, saya tidak.

Saya adalah anak generasi 90-an awal, saya dibesarkan dengan pemahaman orangtua dan lingkungan yang menganggap bahwa esensi bekerja itu adalah pergi ke sebuah bangunan yang disebut kantor atau pabrik, berangkat sekira pukul 7 pagi, mulai bekerja jam 9 pagi dan pulang jam 5 sore, lembur sesekali sampai jam 8 malam, menerima transferan gaji setiap bulan dengan nominal yang sama, dan berbagai stereotipe lain seputar bekerja dalam gambaran di kepala mereka. 

Sampai detik ini, pemikiran mereka masih sama. Perlahan Ayah saya  (sepertinya) mulai bisa meredam dan merubah pemikiran-pemikiran seperti itu, tetapi tidak dengan Ibu saya. Sampai detik ini beliau masih saja meminta saya untuk mencari pekerjaan yang menurut beliau 'benar-benar sebuah pekerjaan' yang mana ya berpatok pada pemikiran lawas yang beliau masih pertahankan tadi.

Tidak salah memang jika setiap orangtua menginginkan anaknya menjadi manusia yang lebih sukses dan memiliki hidup yang lebih mapan daripada dirinya. 

Hak setiap orangtua untuk menanamkan ekspektasi dan pandangan masa depannya kepada sang anak (meskipun saya tetap yakin, anak bukan tempat investasi, termasuk tempat untuk investasi harapan)

Saya setuju dengan argumen soal keinginan orangtua tersebut, JIKA saya HANYA menempatkan diri sebagai sudut pandang orangtua saja. 

Dalam benak orangtua mungkin itu adalah sebuah dorongan, bentuk motivasi kepada anaknya, tetapi apa yang sebenarnya ada di dalam benak anak mereka? Bisa jadi bagi seorang anak harapan-harapan itu merupakan sebuah beban, sebuah tekanan berat yang disandangkan kepada bahu muda dan rentan mereka. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline