Setelah 3 jam duduk di dalam kereta, akhirnya aku menginjakkan kaki di stasiun kereta Warsaw. Kesan pertama tidak menggoda. Terkesan stasiun itu tua dan tidak terawat, ditambah bau pesing yang sempat mampir di indra penciumanku. Aku sempet berpikir kok bisa-bisanya website pariwisata Warsawa beriklan "There are countless of reasonse to fall in love with Warsaw". Ah, ternyata kesan pertamaku salah. [caption id="attachment_256409" align="aligncenter" width="500" caption="Palace of Culture & Science"][/caption] Bangunan pertama yg kulihat setelah keluar dari pintu stasiun adalah Palace of Culture and Science, yg merupakan hadiah dari Stalin dan menjadi landmark kota Warsawa. Langkah kakiku berlanjut menuju hostel yang terletak di daerah Śródmieście yang merupakan daerah turis di Warsaw. [caption id="attachment_256410" align="aligncenter" width="500" caption="Piano recital"][/caption] Jam menunjukkan pukul 11 siang, hari Minggu terakhir di bulan Agustus. Dengan berbekal city map, aku berjalan menyusuri boulevard Nowy Świat yg hari itu ramai dengan pejalan kaki. Sepertinya sedang ada festival yg berhubungan dengan lingkungan dan green technology (Kesimpulanku melihat stand-stand di kiri dan kanan boulevard). Tujuanku siang itu adalah Łazienki Park, taman terindah di Warsaw, di mana patung Fryderyk Chopin berdiri megah di salah satu sudutnya. Di patung itu setiap hari Minggu dari pertengahan Mei - akhir September pukul 12 dan 16 digelar sebuah konser terbuka. Aku tertegun melihat banyaknya orang - dari bayi sampai lansia - duduk atau berdiri di seputar kolam kecil, mendengarkan alunan musik buah karya Chopin hampir 2 abad yang lalu. [caption id="attachment_256412" align="aligncenter" width="500" caption="Saski Park"][/caption] Ngomong-ngomong soal taman, Warsaw cukup hijau dengan taman-taman yang luas dan cantik. Konon kabarnya taman-taman tersebut adalah milik bangsawan. Selain Łazienki Park, ada juga Saski Garden dan Ujazdow Park yang terletak di sebelah utara Łazienki Park, hanya dibatasi oleh jalan raya. Taman-taman itu terawat dengan baik, setiap pagi ada petugas taman yang bekerja tak hanya merawat bunga-bunga, tetapi juga membersihkan patung-patung. Baru kali ini selama di Eropa aku melihat petugas taman 'memandikan' patung. Yang cukup mengundang perhatianku adalah bunga warna-warni yang disusun indah tak hanya di taman, tetapi juga di pinggir jalan. Meskipun hujan deras dan awan tebal menyelimuti, kecantikan gedung-gedung di Old Town (Stare Miasto) sudah tampak dari ujung jalan ul. Krakowskie Przedmieście. Sore itu ul. Krakowskie Przedmieście ditutup untuk kendaraan karena ada international festival di mana berbagai negara memperkenalkan kebudayaannya (hoho, sayangnya Indonesia ga ada). Di ujung jalan itu, ada Gereja Salib Suci (Kościół Świętego Krzyża). Di dalam gereja itu, di pilar sebelah kiri, jantung (terjemahan bahasa inggris heart) Chopin dikuburkan. Chopin meninggal di Paris karena sakit dan dimakamkan di sana. Atas permintaan terakhir Chopin, jantungnya dibawa oleh adiknya Ludwika untuk disemayamkan di Warsaw. Di pilar itu tertulis ‘Where your treasure is found, there is also your heart. To Fryderyk Chopin – The Compatriots’. Di sepanjang jalan ul. Krakowskie Przedmieście menuju Royal Palace banyak sekali bangunan bersejarah dari abad ke-17 dan 18. Sebagian dr mereka berhubungan dengan masa kanak-kanak Chopin, misalnya Church of the Visitation (Kościół Wizytek), Czapski Palace, Res Sacra Miser Building. Di jalan ini juga terdapat Radziwiłł Palace (Pałac Radziwiłłów) yang kini menjadi Presidential Palace. Jadi jangan heran kalo di depan gedung ini selalu ada pasukan pengamanan dan barikade. Ada pemandangan yang agak 'aneh'. Di seberang Radziwiłł Palace ada barikade. Di situ orang-orang meletakkan karangan bunga dan lilin. Persis seperti sedang memperingati gugurnya pejuang perang. Aku tak tau mesti bertanya pada siapa, karena sebagian besar dari mereka ngga berbahasa Inggris. Hal aneh lainnya terjadi malam hari. Hari itu ada sekelompok peziarah lengkap dengan umbul-umbulnya berdoa rosario di depan istana kepresidenan. [caption id="attachment_256413" align="aligncenter" width="500" caption="Royal Palace & the Old Town"][/caption] Sesampai di alun-alun Royal Palace, aku kembali terkagum-kagum melihat kecantikan bangunan abad 17-18 yang berwarna-warni. Bangunan-bangunan tersebut terlihat lebih modern daripada bangunan-bangunan di Eropa barat yang memang jauh lebih tua. Terbersit di pikiranku bagaimana arsitek jaman itu merancang bangunan begitu detil termasuk instalasi utilitas di dalamnya. Pasti membutuhkan waktu bertahun-tahun untuk membangunnya. Aku membayangkan pula betapa hebatnya mereka, mendirikan suatu bangunan yang bertahan dalam hitungan abad. Ah, ternyata aku melupakan suatu hal besar dalam sejarah kehidupan manusia: World War II. Warsaw hancur, begitu pula dengan Old Town yang nyaris rata dengan tanah. Yang mengagumkan bagiku, mereka membangun kembali bangunan-bangunan itu seperti design awalnya sehingga meskipun baru berusia 60thn-an, Old Town masih mempunyai 'roh' jaman itu. Setiap gedung di sana memiliki cerita masing-masing, namun saat ini mereka menjadi restaurant atau penginapan. Selain itu ada beberapa gereja di sana, yang masih penuh dengan jemaat - suatu hal yang langka di mayoritas negara Eropa barat di mana gereja nyaris kosong dan hanya orang-orang 'sepuh' yang masih beribadah. Meskipun Old Town (dan New Town di sebelahnya) merupakan daerah turis, sulit melihat keberadaan orang asing. Sepintas terkesan Warsawa cukup homogen. Hampir tak pernah kulihat orang kulit hitam. Turis asia yang kerap kujumpai adalah turis Jepang yang datang berombongan dalamsebuah tour. Tak satupun restoran China kutemukan di sana (padahal biasanya kemana pun aku pergi selalu lihat restoran cina). Yang ada adalah beberapa toko dan restaurant India (nah lho, padahal hampir ngga pernah aku lihat org India). [caption id="attachment_256415" align="aligncenter" width="500" caption="The Grannny andthe dolls"][/caption] Untuk ukuran tempat turis, Old Town Warsawa boleh kubilang miskin toko souvenir. Hanya ada 2 atau 3 saja, itupun lebih mirip toko seni yang menjual perhiasan dari batu amber. Yang menarik,aku menemukan pedagang di emperan banguanan dekat Budynek Res Sacra Miser yang menjual boneka berpakaian tradisional Poland. Harganya sudah tertulis, jadi ngga pake acara nawar. Si ibu berusaha menjelaskan dengan bahasanya, yg sama sekali aku ga ngerti, tp yang aku tangkap dia menjelaskan bagaimana boneka itu bisa dimainkan. Dan yg paling penting, harga boneknya lebh murah kira2 20 PLN (= 5 euro) dari yg dijual di toko di seberangnya. Ah, aku mengakui kesan pertamaku terhadap Warsawa salah. Warsawa cantik dan bersih dengan bangunan2 'tua' dan taman-taman cantik plus keindahan maestro Chopin. Tak salah mereka mencalonkan diri sebagai kandidat European capital of culture 2016.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H