Lihat ke Halaman Asli

Gita FirantiGauzya

Guru di SMA Negeri 1 Aralle

Studi Kasus

Diperbarui: 25 Juli 2023   16:03

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Alam dan Teknologi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Anthony

Cerita banjir besar yang melanda Jakarta kiranya dapat menggambarkan pendekatan kompleks wilayah dalam menjelaskan peristiwa yang terjadi hampir setiap tahun. Banjir di Jakarta bahkan bisa terjadi meskipun Jakarta tidak mendapatkan curah hujan tinggi. Peristiwa banjir Jakarta terjadi karena adanya banjir kiriman dari daerah tetanggga yakni Bogor. Bogor dikenal sebagai kota hujan karena curah hujan yang sangat tinggi. Hujan bahkan terjadi hampir setiap hari di kota ini. Bogor juga merupakan daerah hulu beberapa sungai yang membelah Jakarta dan bermuara di Teluk Jakarta. Oleh karena itu, fungsi Bogor sebagai daerah tangkapan air sangat vital.

Sayangnya selama empat dekade, Bogor sebagai daerah tangkapan air mengalami penurunan dan alih fungsi lahan. Kawasan hutan di Bogor telah berubah menjadi lokasi berbagai obyek wisata dengan banyak vila, hotel, hingga pusat-pusat keramaian lainnya. Akibatnya, saat terjadi curah hujan tinggi, air tidak dapat disimpan sepenuhnya ke dalam tanah. Air ini kemudian mengalir deras ke daerah hilir yakni Jakarta.

 Di Jakarta, lahan-lahan resapan air juga banyak berkurang karena terjadi alih fungsi lahan. Kawasan hijau telah berubah menjadi hutan beton karena banyak didirikan gedung-gedung pencakar langit untuk pengembangan pusat-pusat bisnis, perdagangan, dan pemukiman. Banjir kiriman dari Bogor akhirnya tidak dapat terserap. Di tambah lagi, sungai-sungai di Jakarta telah mengalami pendangkalan dan penyumbatan karena aktivitas membuang sampah di sungai. 

Pada gilirannya, sungai di bagian hilir tidak mampu menampung banjir kiriman dan mengalirkannya ke laut. Terjadilah banjir besar yang menggenangi banyak titik wilayah di Jakarta.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H



BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline