Lihat ke Halaman Asli

Giri Lumakto

TERVERIFIKASI

Pegiat Literasi Digital

Buzzer Politik di Medsos, Bukan Sekadar Merusak Demokrasi

Diperbarui: 11 Mei 2023   13:00

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Group of People oleh cottonbro studio (pexels.com)

Buzzer dari bahasa Inggris sendiri berarti bel. Sedang kata dasarnya adalah buzz atau dengungan. Aktivitas buzzing pun biasanya dilakukan lebah yang berkerumun. Tak salah jikalau para buzzer sendiri adalah suara dengungan yang berisik atau gaduh. Buzzer pun kini erat bersanding dengan propaganda politik di medsos.

Aktivitas menggaduhkan medsos sudah dan masih dilakukan ranah marketing. Dengan bergaduh, sebuah produk atau jasa berusaha mendapatkan perhatian publik. Setelah mendapatkannya, maka potensi kapitalisasi bisa terjadi. Namun, saat hal ini berfokus pada politik, maka segala cara dihalalkan demi mendukung pihak pembayar.

Buzzer politik adalah pihak yang dibayar untuk menyebarkan informasi atau opini tertentu di medsos. Tujuannya untuk mempengaruhi pemilih atau opini publik. Mereka memiliki banyak akun, jejaring, dan pengikut di medsos. Saat mereka bisa membuat ramai linimasa dengan isu, tren, atau narasi tertentu, kandidat yang mereka dukung bisa di atas angin.

Sejak lama buzzer politik berperan penting dalam kampanye Capres menjelang Pemilu. Kini bahkan menjadi media mendukung narasi pro dan kontra Pemerintah. Dengan begitu, mereka mudah mempengaruhi persepsi dan preferensi pemilih via medsos. Karena kini medsos menjadi salah satu sumber informasi utama. 

Jelas buzzer politik berbahaya karena bisa mempengaruhi opini publik dengan informasi minim kebenaran atau cenderung provokatif. Jika buzzer politk terlalu lama subur dan tidak ditindak, perbedaan dalam opini publik menjadi mudah dibungkam. Aktivitas ini pun menguntungkan rezim otoriter. 

Buzzer politik medsos mulai marak di Indonesia sejak Pemilu 2019. Para elit politik atau afiliasinya memanfaatkan jasa buzzer politik untuk kampanye di medsos. Buzzer politik biasanya menyebarkan kounter-narasi dengan Capres saingan. Walau kini terlihat mereka juga coba meredam atau mengkounter narasi publik yang menuntut perbaikan kebijakan publik. 

Buzzer politik seringkali tidak hanya 'berperang' dengan konten. Kini mereka juga mengarah kepada serangan pribadi (ad hominem) atau hal-hal yang tidak relevan kepada para penentang. Dampaknya, aktivitas ini membuat diskusi dan perdebatan di medsos tidak produktif dan tidak sehat.

Cara kerja buzzer politik bekerja dilakukan berbagai cara antara lain:

  • Menyebarkan konten positif tentang kandidat yang mereka dukung, seperti meme, video, infografis, artikel, atau testimoni.
  • Membuat konten negatif atau fitnah tentang kandidat lawan, seperti hoaks, rumor, adu domba, atau ujaran kebencian.
  • Membalas atau mengomentari konten yang berkaitan dengan politik dengan, data, fakta, bahkan emosi yang sesuai dengan kepentingan kandidat yang mereka dukung. 
  • Membangun komunitas atau grup di medsos yang mendukung kandidat tertentu, dengan mengajak, mengundang, atau merekrut pengikut atau simpatisan di medsos atau aplikasi chat
  • Menggiring opini publik dengan cara membuat polling, survei, kuis, atau hashtag yang menguntungkan kandidat tertentu.
  • Menyebarkan atau menyesatkan orang dengan hoaks terkait proses pemilu, fitnah pada peserta Pemilu, badan pengawas Pemilu, atau bisa petugas Pemilu.

Ada dampak lain dari buzzer politik selain menimbulkan merusak demokrasi. Pertama, buzzer politik menimbulkan dan menyuburkan polarisasi publik. Kubu dukun mendukung jelas terjadi di medsos. Tak jarang polarisasi juga dimanifestasikan menjadi konflik di dunia nyata, terutama saat Pemilu. Publik rugi, buzzer senang sendiri.

Buzzer politik pun juga terus menyuburkan polarisasi ini. Karena polarisasi menjadi 'senjata' kampanye kandidat dalam Pemilu. Polarisasi yang menciptakan kerumunan selain dapat menarik simpati dan dukungan. Polarisasi macam ini juga mudah menumbuhkan echo chamber, militansi, bahkan aksi nyata seperti persekusi.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline