Lihat ke Halaman Asli

Giri Lumakto

TERVERIFIKASI

Pegiat Literasi Digital

Bulan Ramadhan, Kurangi Julid di Medsos

Diperbarui: 23 Maret 2023   17:35

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Shout oleh Sora Shimazaki (pexels.com)

Bulan Ramadhan adalah bulan menahan diri. Karena benar, musuh terberat manusia adalah dirinya sendiri. Pada 29 hari ke depan, puasa bukan sekadar menahan lapar. Tapi sebaiknya juga menahan keinginan dan tindakan yang merugikan. Di kehidupan manusia modern, hal ini berarti baik di dunia nyata dan maya.

Media sosial memang jadi medium bebas tanpa batas informasi dan interaksi. Medsos jelas ada sisi positifnya, namun banyak juga sisi negatif. Sayangnya sisi negatif lebih sering menjadi konsumsi. Konten kontroversial, di luar nalar, sampai provokatif mudah viral. Users pun merespon dengan julid.

Julid sebagai sebuah ekspresi diri lebih baik tidak dimaterialisasi, seperti berkomentar. Satu atau dua kali mungkin banyak netizen bisa lolos. Tapi tidak selamanya bisa. Seorang ibu yang julid ke Dewi Perssik di medsos, sempat dilaporkan ke polisi. Netizen yang julidnya keterlaluan ke kasus Aldila Jelita dan Indra Bekti juga bisa dilaporkan ke polisi.

Perlu disadari bahawa bahwa komentar yang dibubuhkan posting seseorang, atau membuat posting sendiri bisa berdampak yang luas. Tak jarang bisa berimbas konsekuensi yang tidak diinginkan jika viral. Selama Ramadhan, dengan cara berikut setidaknya netizen bisa mengurangi kejulidan.

Pertama, semua harus paham bahwa medsos sebagai medium berkomunikasi. Dan dalam komunikasi, salah paham dan salah ucap bisa terjadi. Oleh karena itu, sebaiknya kita harus berhati-hati dalam memberikan komentar. Di medsos, aspek multipersepsi netizen kadang membuat posting remeh jadi debat kusir.

Kedua, sebaiknya tidak menggunakan medsos untuk menyulut atau menanggapi perdebatan. Sebaiknya jika terlanjur berdebat komentar tak berujung, hentikan. Coba membatasi komentar dan menjauh dari medsos sementara. Semakin dalam berdebat, seringkali malah saling caci maki sampa men-doxxing.

Ketiga, sebelum menulis komentar, cobalah untuk berpikir dua kali. Tanyakan pertanyaan ini "Apa yang akan saya tulis bisa menyinggung atau menyakiti orang lain?" Jika jawabannya ya, tahan diri dari memberi komentar. Seringkali, karena dorongan amarah dan sensasi belaka, komentar menyinggung bisa dibubuhi.

Keempat, urungkan berkomentar dengan pola pikir atau penjelasan berlebihan. Menulis komentar yang memicu kebencian membuat pembuatnya terlihat buruk. Terlalu 'pintar' pun kadang malah menyulut netizen makin julid. Walau kadang terlalu 'receh' komentarnya dianggap tidak serius. Serba salah memang.

Kelima, saat muncul atau melihat komentar yang tidak mengenakkan, skip cepat atau jangan like atau menanggap komentar. Seperti jerami kering, menanggapi komentar julid malah membuatnya semakin populer. Dan menjadi populer sering menjadi tujuan netizen. Perilaku yang sama pun ditiru, walau secara tidak sadar.

Keenam, jika terjebak dalam komentar saling balas yang julid, ubahlah topiknya. Gunakan cara agar diskusi untuk mencari solusi. Jika sudah sampai pada saling caci, sebaiknya hentikan. Julid memang bertujuan untuk mendiskreditkan. Namun banyak netizen tak ada yang mau terjadi konfrontasi di dunia nyata.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline