Lihat ke Halaman Asli

Giri Lumakto

TERVERIFIKASI

Pegiat Literasi Digital

Memandang dari Banyak Kepala

Diperbarui: 15 Februari 2023   23:10

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Crowd oleh Mike Chai (pexels.com)

Lanskap sosmed adalah latar liar cara berpikir. Multiperspektif yang dangkal sering menyesatkan. Begitu banyak kejutan dan plot twist dari narasi individu di medsos menghisap dan melelahkan perhatian user-nya. Freedom of expression di medsos dapat menjadi freedom of justification

Multiperspektif dapat berarti memandang atau berpikir dari banyak kepala. Sering bukan untuk mencari solusi bersama. Banyak kepala hanya sekadar bersenang-senang nimbrung berkomentar. Ada juga yang begitu arogan untuk menyalahkan dan mengucilkan opini orang lain. Beberapa malah nyinyir bahkan memprovokasi.

Begitu riuhnya perspektif netizen pada satu kasus, tidak hanya mengaburkan fokus dari isu atau narasi yang diangkat. Tetapi sekaligus menimbulkan banyak isu baru untuk diperdebatkan. Isu yang tidak pernah diduga untuk ditampik. Dan juga isu di luar nalar yang memicu debat kusir dan caci maki.

Bagi silent user di medsos, keributan multiperspektif menjadi 'hiburan' tersendiri. Betapa mudah tersinggung seseorang dengan postingan atau komentar yang katanya bercanda. Betapa mudah orang menjustifikasi orang lain karena postingannya. Upaya untuk men-cancel pelaku kadang disambut users lain. 

Labelisasi menjadi mudah dilakukan di medsos. Anonimitas diri untuk menjadi digital presence impian bisa dilakukan di medsos. Akibatnya, batas membedakan akun anonim dan asli itu cukup tipis. Anonimitas digunakan untuk aktivitas ganda yang ironis. Ia bisa menjadi pelindung identitas diri di dunia nyata. Ia juga digunakan untuk menyerang user lain.

Keberlimpahan identitas virtual memungkinkan user membangun figur virtualnya secara apik. Akun asli pun, dengan foto, tautan, bio, sampai gelar mentereng masih bisa direkayasa. Users lain yang sudah begitu jenuh dan jengah, bisa mudah tertipu dalam jebakan betmen pemodifikasi identitas virtual.

Skeptisisme tidak sehat pun menjadi praktik sehari di linimasa. Mempertanyakan semua hal dengan praduga tak bersalah jadi prinsip penting. Tapi syak wasangka yang sudah begitu subtil menghinggapi cara pikir dan persepsi para users. Kecurigaan karena bias konfirmasi menjadi konvensi yang dipeluk netizen.  

Multiperspektif ini terus bersiklus dengan begitu cepat hadir dan berganti di linimasa. Lanskap yang cenderung menjadi toxic dan tidak sehat dihadapi user lain. Netizen bukan tidak tahu aspek destruktif sosmed ini. Tapi memilih menikmati dan sesekali mencoba menjadi bagian lanskap tidak sehat ini. Persis seperti mencoba rokok atau gorengan.

Platform medsos menyuburkan praktik ini. Multiperspektif menjadi multi-bandwagon effect yang berseteru tiada ujung. Seteru dikonversi menjadi jumlah respon atau engagement. Banyak engagement berarti isu dari netizen yang sedang ramai didiskusikan. Trending menjadi x-the spot agar lebih banyak lagi obrolan yang terjadi.

Netizen yang haus akan informasi (FOMO) mendapati trending atau FYP sebagai candu. Menyalurkan ekspresinya dengan dalih freedom expression menjadi pelepasan stress dari FOMO. Menunggu notifikasi social gesture user lain, seperti comment, like, share seperti menunggu seorang kekasih. Ada harap-harap cemas sekaligus kegembiraan menjadi 'artis'.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline