Influencer atau pemengaruh menjadi profesi cukup menjanjikan. Secara finansial, influencer bisa mendapat endorsement atau sponsor untuk posting produk.
Nominal fee-nya pun kadang tidak main-main. Dalam aspek sosial, influencer juga berperan penting mendorong dan mencari solusi atas satu isu pelik. Atau istilahnya, viral dulu di media sosial baru diurus.
Keunggulan jumlah followers menjadi salah satu poin signifikan. Semakin banyak followers, semakin prospektif untuk eksposur barang atau jasa atau juga isu.
Poin lain adalah konsistensi dan frekuensi interaksi di lini masa. Influencers yang jarang posting, walau jutaan followers, bisa terlupakan.
Poin lain yang juga dimiliki influencers adalah niche atau ceruk audiens, bidang dan hobi. Influencers di ranah gaming belum tentu dikenal publik luas. Influencer juga sering disebut micro-selebritis dengan micro-stories yang mereka kuasai.
Bagi pengiklan, ranah niche influencer berarti pasar yang sangat potensial. Bagi sebuah isu, influencer dengan isu spesifik bisa dianggap 'pakar'.
Elemen kasat mata di atas jelas mengaburkan esensi dari asosiasi influencer dan media sosial. Influencers telah menjadi teman dalam kesepian bagi banyak orang.
Sosmed yang begitu personal, real-time, penuh rahasia, dan anonim, membuat sepi menjadi ramai. Keramaian yang hanya dalam pikiran, bukan kenyataan.
Lepas dari keriuhan alam nyata seperti kerja, sekolah, atau rutinitas rumah, medsos menjadi alam berikutnya. Menonton YouTube favorit menjadi pelepas lelah pulang kerja.
Men-swipe reels Instagram chef pujaan usai antar anak jadi acuan masakan hari ini. Membalas tweet gamer pujaan membuat suasana hati lebih baik pulang sekolah.