Lihat ke Halaman Asli

Giri Lumakto

TERVERIFIKASI

Pegiat Literasi Digital

Menantikan Fenomena "Ojol Bubble"

Diperbarui: 8 April 2019   03:41

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi: KOMPAS/PRIYOMBODO

GoJek dan Grab sudah mengubah iklim transportasi dan ekonomi. Peraihan nilai ekonomis dengan moda ride sharing sudah merambah ke beragam niche. Fiturnya kini bukan lebih dari sekadar mengangkut orang dari lokasi asal menuju tujuan. 

Aplikasi GoJek dan Grab kini merupakan Super App. Fitur yang ditawarkan GoJek mulai dari fitur pijat ke rumah sampai fitur uang digital. Grab kini kabarnya akan menyediakan fitur travel dan kesehatan.

Dengan ratusan ribu mitra atau driver. Baik GoJek dab Grab menjadi pemain besar perusahaan teknologi di Indonesia. Kini status decacorn kedua mogul ride sharing di Indonesia pun didapatkan. Decacron berarti kedua perusahaan tersebut bervaluasi diatas IDR 144 triliun (USD 1 miliar).  

Selain membuka banyak lapangan pekerjaan. Kedua perusahaan ini telah membuka akses dan konektivitas penyedia barang dan jasa. Simbosis mutualisme antara kedua perusahaan tadi dengan banyak bisnis kecil maupun besar, tentu memberi manfaat ekonomis tinggi. 

GoJek dan Grab Icons - Ilustrasi: belihape.id

Namun, dibalik pesatnya GoJek dan Grab sebagai aplikator ojek online (ojol) di Indonesia. Ada problema nyata dan subtil yang kian terakumulasi. Bagai sebuah bubble atau balon. Masalah-masalah ini akan meledak di satu masa. 

Pertama, dari sisi legal atau hukum ojek online (ojol) sepeda motor tetap dilarang. Menurut UU No. 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, sepeda motor bukanlah angkutan umum. 

Masalah lain, baik GoJek dan Grab bukanlah perusahaan dan penyedia layanan transportasi. Kedua aplikator adalah penyedia layanan piranti lunak dan aplikasi untuk memfasilitasi pelayanan antara pengemudi dan konsumen.

Ada wacana diskresi untuk ojol berdasar UU No 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintah. Wacana diskresi pada ojol dikaitkan dengan pertimbangan mengatasi stagnasi pemerintahan dalam keadaan tertentu. Ojol dianggap memiliki kemanfaatan dan kepentingan umum yang signifikan. 

Namun tetap, Kemenhub tidak lalu mengubah UU No. 22 tahun 2009 yang menyatakan motor bukanlah angkutan umum. Adapun pertimbangan khusus untuk ojol dalam hal ini yang masih perlu diatur.

Helm GoJek dan Grab - Ilustrasi: transportasi.co

Kedua, masalah kesejahteraan mitra meliputi tarif layanan dan asuransi kesehatan. Sejak beberapa tahun ke belakang, banyak mitra ojol meminta kenaikan tarif. Dan sampai akhir Maret 2019 lalu, akhirnya Kemenhub menetapkan tarif baru. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline