Lihat ke Halaman Asli

Giri Lumakto

TERVERIFIKASI

Pegiat Literasi Digital

Awan Mendung Intoleransi di Perayaan Imlek Kota Solo

Diperbarui: 2 Februari 2019   14:03

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Lampion Pasar Gede Solo saat Perayaan Imlek - Foto: soloevent.id

Perayaan Imlek 2019 di Solo saat ini berkalang mendung intoleransi. Indikasi kelompok intoleran mencoba menyulut polemik begitu kentara. Dan jika kita mundur beberapa waktu ke belakang. Ada runtutan benang merah untuk menyulut konflik intoleransi di Solo. 

Di awal tahun 2019, muncul peristiwa kerusuhan Lapas Solo bernuansa keagamaan. Kemudian, kesan kampanye politik pada Tabligh Akbar PA 212 di Gladag yang begitu kentara. Juga ada demo menuntut penghapusan ornamen jalan 'bersimbol salib' di depan kantor Walkot Solo.

Dan kini, ikon Imlek Solo yaitu deretan lampion di Pasar Gede dituding berpotensi menyulut polemik masyarakat. Entah mengapa hal ini tidak menjadi masalah tahun lalu? Atau mengapa deretan lampion ini tidak menjadi polemik sejak tahun 2015 atau 2016 lalu?

Jika lampion Imlek Pasar Gede mau dipermasalahkan sejak 2015 misalnya. Sudah barang tentu setiap tahunnya ada demo berjilid-jilid. Atau jika memang 'masuk akal dan ranah hukum' aksi penolakannya. Tidak akan ada lagi deretan lampion ini di Pasar Gede saat ini.

Ada saja cara dan upaya kelompok intoleran membuat gaduh kota Solo. Mungkinkah ada sangkut paut gelaran Pilpres 2019 yang begitu kental dengan saling lempar isu SARA. Sampai-sampai, akal sehat dan nurani untuk melihat lampion tidak dipergunakan. 

Lampion Pasar Gede menjelang Imlek tahunan di Solo ini adalah bentuk nyata toleransi warga Solo. Sekaligus juga sebagai event atraksi pariwisata khas kota Solo. Mengapa bisa terselip akal bulus lampion Imlek Pasar Gede ini akan menuai polemik?

Jika difikir lebih dalam. Apakah mereka yang berswafoto dengan latar deretan lampion hanya boleh berasal dari etnis tertentu saja? Atau jika berfoto dengan terang lampion maka akan otomatis ikut meyakini keyakinan etnis tertentu?

Hanya kelompok tertentu saja di kota Solo yang ber-su'uzon. Bahwa lampion akan menimbulkan berpolemik. Dan kelompok ini pun masih itu-itu saja. Mereka yang bergerak di Aksi PA 212 Gladag. Dan mereka juga berdemo di depan kantor Walkot menuntut segera menghapus simbol salib di jalan. 

Sedang mayoritas warga Solo adem ayem saja. Namun, melihat kegaduhan yang kelompok ini terus perbuat. Warga Solo dan semua elemen masyarakat tetap waspada. Tidak ada warga kota manapun yang ingin daerahnya rusuh atau gaduh. 

Dan banyak warga Solo siap bergerak dan pasang betis menjaga keteduhan kota Solo kapanpun. 

Namun, kegaduhan dan polemik yang muncul ada di sosmed. Mau tak mau, menjadi sorotan media arus utama. Apalagi portal berita yang cenderung inkredibel. Karena isu intoleransi bagi media adalah berita human interest yang juga newsworthy.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline