"We're more prone to lie to those we like than to those we dislike" Bella DePaulo (1986) dalam Ralph Keyes - The Post Truth Era (2004)
Desas-desus menyoal tercoblosnya surat suara KPU dalam 7 kontainer di Tanjung Priok membuat gaduh linimasa kemarin. Para politisi dan publik figur ikut menyebarkan rumor tersebut via sosmed. Publik pun dibuat takut, was-was, dan meragukan pihak-pihak tertuduh. Yang antara lain KPU, kepolisian, dan juga kubu Capres nomor urut 01 sebagai rezim.
Walau faktanya, kasak-kusuk diatas adalah kebohongan. KPU belum mencetak surat suara. Sedang kontainer yang diperiksa pihak kepolisian tidak ditemukan surat suara apapun. Timses kubu 01 segera menuduh politisi opisisi menyebar hoaks. Namun, netizen dan publik masih dibuat bingung dengan fakta yang ada. Mulai dari tuduhan teori konspirasi dan media pendukung rezim masih diobrolkan di linimasa atau grup chat.
Tidak ada kebenaran selain kebenaran yang dibenarkan secara personal atau komunal. Konvensi kebenaran menjadi relatifitas dan pragmatisme mayoritas. Kita sedang memasuki era Post-Truth seperti Ralph Keyes uraikan dalam bukunya. Dan dalam era ini Fear, Uncertainty and Doubt (FUD) menjadi kunci memenangkan kebenaran.
Dan saya kira, kebohongan yang difabrikasi oleh satu pihak tidak ditujukan langsung untuk pihak oposisi. Keyes (2004) menguraikan hasil riset seorang psikolog Bella DePaulo tentang kebohongan.
Dan dalam risetnya selama 2 dekade, DePaulo menemukan bahwa kita cenderung lebih suka berbohong pada orang terdekat. Sedang jarang atau tidak pernah pada orang yang jauh secara personal dengan kita.
Yang terjadi dalam model sirkulasi FUD dalam Pilpres ini pun serupa hasil riset DePaulo. Hoaks pertama kali disebarkan dan ditujukan bagi pendukung atau simpatisan. Jika momentum sudah didapat dan kubu berseberangan terpancing berdebat. Maka tak langsung kubu oposisi pun menyebarkan hoaks yang dibuat kubu sebelah.
Dalam kasus berita 7 kontainer surat suara tercoblos bisa diilustrasikan sbb. Pendukung Capres nomor urut 02 pertama kali diberitahu rumor tersebut. Sehingga kegaduhan linimasa dan grup chat pun terjadi. Kubu Capres 01 pun ikut turut meramaikan dengan mencoba menyangkal desas-desus tadi.
Publik dibuat takut dengan rumor puluhan surat suara Capres yang sudah dicoblos. Lalu timbul ketidakpastian akan kredibilitas KPU pada Pemilu yang Luber Jurdil. Walau fakta sudah dibeberkan, publik masih dibuat kebingungan dengan 'ekstra' rumor yang muncul setelahnya.
Apalagi bagi lingkar filter bubble pada kubu Capres 02. Bagi mereka, berita ini bisa jadi dianggap benar. Karena apa yang dimunculkan lingkar komunalnya dianggap sebagai kebenaran. Sedang apapun kebenaran yang dibeberkan pihak berlawanan akan cenderung dilabeli bohong.
Namun yang publik tangkap dan fahami adalah hoaks tadi ditujukan untuk kubu sebelah. Cuitan politisi oposisi memiliki anasir untuk menyerang kubu sebelah. Karena domain sosmed yang sifatnya publik dan real-time. Baik pendukung kedua kubu pun berkerumun mendebatkan rumor yang ditampilkan tokoh-tokoh prominen.