Lihat ke Halaman Asli

Giri Lumakto

TERVERIFIKASI

Pegiat Literasi Digital

Bersih-bersih Sosmed ala Facebook, Twitter dan WhatsApp

Diperbarui: 24 Agustus 2018   13:59

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Clean Up Social Media - ilustrasi: theladders.com

Kian banyaknya misinformasi, hate speech, dan trolls di sosmed membuat netizen kian prihatin. Dampaknya tidak hanya terjadi di dunia maya, bahkan di dunia nyata. Kini, setidaknya FB, Twitter dan WA sedang bersih-bersih. Walau dampaknya mungkin belum terlihat. Tetapi bisa jadi ini jadi permulaan untuk internet yang sehat. Dan bagaimana dampaknya di Indonesia?

Langkah FB adalah memberangus lebih dari 650 pages yang terkait trolls pada pemilu AS. Seperti diberitakan Time, ribuan akun palsu dalam pages ini terindikasi dengan inauthentic behavior. Akun-akun ini diduga berasal dari Iran dan Rusia. Pada tahun 2016, ditemukan bukti akun-akun tadi mempengaruhi dengan berita menyesatkan yang mempengaruhi suara pemilih di AS. 

Berbeda dengan Twitter yang langkahnya dianggap lebih signifikan. Jack Dorsey akan melabeli setiap akun dengan verified atau bots. Sehingga setiap users tahu pasti siapa dibalik setiap akun. Dengan kata lain, Twitter akan memberangus anonimitas. Dengan begitu, kabar hoaks, hate speech, dan teori konspirasi bisa tereduksi di linimasa.

Sedang langkah WhatsApp mungkin lebih spesifik pada penindakan pidana di India. Persebaran berita bohong di India sudah memakan puluhan nyawa. Hal ini membuat Kementerian IT India meminta WA melacak sumber berita tersebut. Setelah bertemu dengan CEO WhatsApp Chris Daniel, Menteri IT India Ravi S. Prasad meminta WA mentaati aturan akibat tragedi yang terjadi. 

Ketiga korporasi yang melakukan langkah berbenah tersebut menyiratkan setidaknya 3 indikasi.

Pertama, mereka sadar bahwa interaksi dunia maya bisa berakibat di dunia nyata. Walau sudah sejak lama cyberbully, berita bohong, teori konspirasi dsb beredar di sosmed. 

Kiranya langkah nyata menanggulangi dari vendor sosmed belum terlihat. Walau prinsip privacy users tentu akan terimbas dari kebijakan di atas. Namun setidaknya sosmed akan lebih 'hygene' dari sebelumnya.

Kedua, netizen dan pemerintah ternyata mampu membuat regulasi untuk sosmed. Selama ini sosmed secara global belum bisa diregulasi secara holistik. Tiap negara memiliki kebijakan/aturan tentang IT sendiri-sendiri. Kasus WA di India atau FB di AS, membuktikan kekhasan kasus via sosmed bisa membuat korporasi digital diajak untuk duduk bersama mencari solusi.

Ketiga, langkah diatas memberi batas-batas jelas tindakan yang merugikan di sosmed. Bagi oknum yang berniat jahat atas kepentingan politik/finansial, cara-cara korporasi sosmed diatas menjadi peringatan. Bahwa tidak selamanya mereka yang berniat buruk bisa bebas berkeliaran di dunia maya. Akan ada batas yang konkrit dan sesuai hukum kelokalan yang mengatur dinamika sosmed.

Di Indonesia sendiri, beberapa aplikasi sosmed sudah pernah diwanti-wanti sampai dilarang aksesnya. Telegram pernah terkena larangan online karena diindikasi menjadi medium para teroris. Sampai saat ini Tumblr pun masih tidak bisa diakses mesin peramban yang umum digunakan. Mesin pencari pun kini mem-blok semua keywords yang terkait pornografi.

Namun keprihatinan kita pada berita bohong masih tinggi sampai sekarang. Bagaimana berita hoaks SARA dan politik masih menjadi komoditas pemecah belah bangsa. Aturan UU ITE yang masih dianggap longgar pun masih bisa diakali celahnya bagi penebar hate speech. Belum lagi soal aturan fintech, re-targetting iklan, dan perlindungan konsumen digital. Yang kesemuanya masih lemah di hadapan korporasi besar.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline