Lihat ke Halaman Asli

Giri Lumakto

TERVERIFIKASI

Pegiat Literasi Digital

Kenapa Kamu Tidak Juga Menulis?

Diperbarui: 5 Juli 2018   01:29

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Don't Say Deleuze How to Write a Good Artist Statement - ilustrasi: artspace.com

Jujur saja, menulis itu berat. Dilan pun kalau tidak ditulis juga memberatkan fikiran Pidi Baiq. Apalagi para penulis handal dan populer lain. Jika menulis buat mereka sudah seperti bernafas. Tidak dengan saya, atau beberapa orang di Kompasiana. Atau mungkin kamu, iya kamu.

Saya rasa percuma membaca perkara tips-tips menulis dari beragam penulis. Karena menulis sejatinya mencari jati diri di antara spasi tiap kata. Karena disanalah kita berada. Kita bersembunyi di antara kata-kata. Atau dalam wacana dekonstruksi, pengarang mati dalam karangannya.

Menulis seperti mengakumulasi semua ide, topik, subtopik. Belum lagi kalau soal menyangkut kerangka karangan, pemilihan diksi, sampai tinjauan pustaka. Menulis tidak semudah mengetik kata-kata. Tapi menyampaikan makna dan wacana. Walau kadang cuma sekadar angan belaka.

Dari beberapa gelintir isu sampai puluhan topik yang dibaca. Kadang menulis, merangkum, dan memparafrasenya ke dalam tulisan sendiri begitu rumit. Jangan-jangan pesannya isu utama tidak tersampaikan. Terlalu banyak detail yang membuat tulisan OOT. 

Perasaan rikuh dan ragu tak ayal menggelayut saat dan usai membuat sebuah tulisan. Apa tulisan barusan memiliki flow of idea yang baik? Apa moral of the story tersampaikan tersirat atau tersurat? Apa kalimat awal sudah meng-hook pembaca agar menyelesaikan tulisan ini? 

Jika kamu, saya atau kita berfikir hal-hal diatas sebelum menulis. Niscaya satu tulisan kadang tidak bisa juga dibuat.

Menulis kadang adalah kenekatan yang begitu liar. Fikiran yang dituang dalam aksara kadang tidak terkait satu sama lain. Baik itu dalam bentuk frasa, kalimat, bahkan paragraf. Namun satu hal yang membuatnya coherence atau melekat. Yaitu ide utama.

Usai menulis pun kadang saya menghapus satu/dua kalimat. Bahkan kadang satu/dua paragraf. Karena saya fikir tidak melekat pada ide utama. Walau hati kadang eman atau sayang menghapus kata yang lelah ditulis. Tapi ingalah, battle of the fittest juga berlaku untuk tulisan sendiri.

Apalagi kalau sudah diedit/di-proofread seseorang atau sekelompok orang. Seperti hikayat skripsi yang penuh revisi. Jangankan paragraf, berhalaman-halaman tulisan pun kadang kandas. Sedih dan menggerutu hati melihat 'kekejaman' ini. Tapi, tulisan yang direvisi orang lain memang sudah dibuat ke dalam pact with the devil

Begitulah kehidupan aksara dan makna. Kadang yang sudah tiada bereinkarnasi dalam tulisan lain orang. Ada makna yang sebenarnya dulu pernah ingin kita sampaikan. Tapi ide dan edit menghalaunya. Dan kadang, ulasan lain orang lebih bisa mewakili lebih baik apa yang dulu pernah sirna.

Keraguan dalam menulis, buat saya pribadi adalah menulis itu sendiri. Kadang dalam ragu-ragu ada konflik ide yang mensintesis ide baru. Pun. pertumburan gagasan kadang menguatkan ide di ujung satu kutub. Tetaplah mempertentangkan, mempertanyakan, dan mengintisari ide menulis. Karena kadang, disana letak karakter tulisanmu.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline