Lihat ke Halaman Asli

Giri Lumakto

TERVERIFIKASI

Pegiat Literasi Digital

Sekilas Para Penampil Saat Ramadhan

Diperbarui: 1 Juni 2018   04:39

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Adult Autumn by Zaid Abutaha - foto: pexels.com

Ada baju muslim yang melekat karena keimanan. Kadang tidak sederhana. Tetapi mewah dan glamor. Bukan untuk riya. Tapi agar orang tahu. Bahwa Islam tidak miskin. Pemeluknya tidak dekil dan hanya berfikir surga. Bukankah banyak juga pemeluknya yang dekil, bau dan tidak terurus. Bajunya berwarna muram. Seolah dunia tiada apa. Karena di alam akhirat nanti bau kesturi dan baju mewah karena iman dikenakannya. Andai mereka bisa hidup sendiri di dunia ini.

Selain memilik uang, si pemilik busana juga memiliki keimanan. Dengan niat tulus ia berpakain sesuai kemampuannya. Agak aneh jikalau orang berada ini dandan tidak sesuai jumlah rekening di bank. Dan ia pasti tahu akan ada yang menganggapnya sombong, berlebihan bahkan arogan. Karena toh semua dinilai dengan mata. Karena niat hati hanya Tuhan dan si pemakai yang tahu.

Juga ada busana iman yang begitu update. Apa yang ada di televisi, itulah yang ramai di onlineshop. Pun, dijajakan di pasar dan mal dengan harga yang relatif murah. Banyak orang memakai busana ini untuk tarawih. Seolah ingin menunjukkan dua hal. Pertama, kalau si pemakai adalah bagian dari tren. Ia tidak pernah ketinggalan fashion. Kedua adalah si pemakai soleh sesuai musim. Karena kebetulan Ramadhan dan booming fashion muslim, ia ikut-ikutan. 

Namun banyak orang yang tahu. Dari gesture dan tatapan mata. Ada ketidakhadiran kesolehan. Hanya busana dan riasan yang membuatnya mampu tampil. Tapi gerak tubuhnya berkata lain. Si pemakai busana tren muslim ini sibuk membenarkan mukena yang menumpuk jilbabnya saat tarawih. Atau selalu berkaca ketika jeda antar solat tarawih. Atau si laki-laki, sibuk membenarkan kancing di lengan baju. Kadang dijulurkan lepas, kadang dilipat. Pun, bajunya selalu dibersihkan tiap jeda solat tarawih.

Terakhir, ada yang sederhana dalam berbusana. Tidak ada yang istimewa. Baju kokonya sudah sering dipakai ke mesjid. Kalau tidak yang coklat muda. Kalau tidak yang biru muda. Seperti santri-santri saja. Mukena untuk perempuannya hanya berwarna itu-itu saja. Sajadah yang dibawanya pun sama. Orang mungkin melihat, tapi tidak memperhatikan. Karena tahu, saking seringnya mereka melihat orang semacam ini berburu pahala saat Ramadhan.

Yang diperhatikan orang malah ketidakhadiran mereka. Kesederhanaan mereka berbusana menjadi suka cita saat mereka tidak hadir. Karena mungkin begitulah keimanan. Ia begitu sederhana terlihat. Namun begitu bermakna saat berbuat. Iman adalah tentang etika bukan sekadar pesona. Mungkin nabi pun sederhana berbusana. Namun begitu mewah dalam adab dan perbuatan. Sang nabi kaya akan santun dan sopan. Tidak perlu mewah dan fashionable pada apa yang dikenakan. Karena Tuhan melihat derajat ketakwaan.

Dan kawan, tidak ada yang salah dengan busana. Entah itu mewah, up to date, atau sederhana. Karena perilaku dan pandanganmu niscaya menunjukkan tingkat keimananmu. Pun ada rasa kikuk jika kau berbusana sederhana untuk tarawih. Karena dirimu saja masih bolong solatnya. Dan hanya Jumat berkunjung ke mesjid.

Salam,

Solo, 1 Juni 2018

04:38 am




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline