Alkisah, pandita Durna mendengar teriakan pasukan Kurawa. Padang Kurusetra riuh rendah dengan elu-eluan.
"Aswatama mati! Aswatama mati"
Pandita Durna pun bingung bukan kepalang. Putra satu-satunya dikabarkan telah mati. Ia bertanya kepada Bima. Benarkah kabar yang ia dengar? Bima pun mengangguk. Masih ragu, pandita Durna bertanya ke Yudistira. Karena ia tahu Yudistira pasti berkata jujur.
"Esti, Tama mati." Yudistira menjawab.
Karena Yudistira tahu Tama adalah panggilan pandita Durna ke anaknya, ia pun sedih dan terpukul. Pandita Durna menjadi linglung dalam perang tanding Bharatayudha. Sampai akhirnya, ia pun gugur di tangan Drestajumna.
**
Indonesia dengan beragam suku, budaya, dan adat istiadatnya patut disyukuri. Kita adalah bangsa yang begitu unik dan kuat di mata bangsa lain. Kolonialisme tidak merobohkan persatuan. Modernisme pun tidak bisa menghapus keragaman kearifan lokal. Kearifan lokal adalah inti dari bangsa Indonesia yang bersatu. Namun di era informatika saat ini, media mengaduk-aduk persatuan.
Hate speech dan berita bohong mempolarisasi preferensi politik kita. Saat media cetak dan elektronik berlomba mengabarkan. Banyak oknum pun berkerumun mengaburkan. Dunia digital sejatinya bisa menguatkan nasionalisme, kini menjadi media propaganda partisan. Sosial media menjadi medan perang berita bohong dan umpatan dibalik anonimitas.
Kearifan lokal yang membentengi dari penjajah dan faham menyesatkan, seolah dilupakan. Dunia digital menyeragamkan penggunanya menjadi global citizen. Kebudayaan internet menjadi norma standar, yang sering tanpa batas. Sistem pendidikan yang minim literasi digital dan media tidak diperdulikan pemerintah. Kita dibiarkan liar di dunia digital tanpa arah.
Sudah saatnya kini kita menguatkan literasi media melalui kearifan lokal. Karena nilai kebudayaan kita sudah memberi arahan pada kita. Seperti menyoal memahami berita bohong alias hoaks. Di dunia lakon pewayangan, kisah berita bohong bisa kita petik hikmahnya.
Seperti petikan lakon Durna Gugur di atas. Betapa berita bohong sudah dikisahkan jaman dahulu. Berita bohong soal Aswatama, memukul mental seorang ayah seperti pandita Durna. Berita bohong yang dibuat sedemikian rupa oleh Kresna menjadi taktik jitu Pandawa yang menewaskan panglima perang Kurawa, pandita Durna.