Lihat ke Halaman Asli

Giri Lumakto

TERVERIFIKASI

Pegiat Literasi Digital

17 Agustus Jangan Pergi

Diperbarui: 7 September 2017   09:58

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bersama untuk Indonesia - foto credit: Sitti Mudzdhalifah

Kebhinekaan adalah ruh dari kata merdeka untuk kita. Kita semua berbeda dan merdeka di negeri Indonesia. Perbedaan kita bukan berarti kita haru membeda-bedakan. Namun, berbeda adalah untaian indah sebuah kemerdekaan. Dan dengan merayakan Indonesia merdeka di tanggal 17 Agustus, ruh kata merdeka dalam perbedaan itu begitu kentara.

Tidak pernah saya mendengar perayaan 17 Agustus untuk satu golongan, agama, ras atau etnis. Jika Anda pernah mendengarnya, maka saya yakin hal itu tidak sesuai dengan nurani kita sebagai bangsa. Merayakan 17 Agustus tidak sekadar hura-hura menikmati kemerdekaan. Namun jauh dari itu. 17-an adalah penguat, pengkhidmat dan tanda kita kuat sebagai bangsa yang berdiri di atas perbedaan.

Berlomba dalam Kebersamaan - screenshot video oleh Afif Shidiqi

Saat sebuah bangsa mulai membedakan dan mengkotakkan dan mensegregasi, perpecahan pun terjadi. Atas nama satu agama, ideologi, kuasa dan harta perbedaan pun dibuat dan dipelihara. Banyak negara koyak karena membedakan satu ras, agama dan ideologi. Namun tidak dengan Indonesia. Fore-fathers bangsa ini begitu visioner melihat keberagaman hakikatnya menyatukan. Dan itulah Bhineka Tunggal Ika.

Dan begitupun di sebuah kota kecil di Australia, Wollongong. Dengan khidmat dan berbangga menjadi bangsa Indonesia, kami mengadakan helatan 17-an tanggal 26 Agustus kemarin. Walau dengan sederhana, kami tetap merasakan ruh berbangsa dengan dasar ke-Bhinekaan. Tidak ada tembok suku, ras, dan agama kami dalam merayakan 17-an di negeri orang lain. 

Ceria Kibar Sang Merah Puith - screenshot video oleh Afif Shidiqi

Merayakan 17-an di negeri seberang pun menjadi pelipur rindu kepada tanah air. Dalam kebersamaan kami bersaing dalam setiap lomba. Makan kerupuk, balap karung, atau tarik tambang bukan semata kompetisi. Lomba ini pemersatu rasa dan kebanggaan sebagai bangsa. Membuat suasana se-Indonesia mungkin di negeri orang menjadi rasa yang tak pernah terlupa. Seolah dalam hati kami terus berkata "17 Agustus jangan pergi"

Kami ingin selalu di tahun ke depan, perayaan 17-an akan terus dihelat. 17 Agustus menyatukan kami yang berkelana di negeri asing. Ada yang jauh dari Sydney dan Macquarie University bersama merayakan 17-an bersama kami. Perwakilan Konsulat Jenderal di Sydney, bapak Dicky D. Soerjanatamihardja pun menyempatkan hadir. Beliau datang untuk merepresentasi negara yang hadir untuk rakyatnya. Dan hal ini menjadi sebuah kebanggaan untuk kami.

Perwakilan Konjen Bapak Dicky D. Soerjanatamihardja - screenshot video oleh Afif Shidiqi

Kebersamaan kami merayakan 17-an di negeri orang juga menegaskan kembali. Bahwa negara ini tidak pernah akan terpecah. Ideologi, teror, dan oknum tak bertanggung jawab tidak mampu merobek anyaman ke-Bhineka-an ini. Kami yang berada jauh dari tanah air, tetap dan terus akan menjadi bagian dari bangsa Indonesia. Dan kami berjuang dan tetap cinta dan bangga pada Indonesia, salah satunya dengan 17-an ala kami.

Dari kota kecil Wollongong, kami coba tunjukkan pada dunia dengan 17-an ala kami. Indonesia, untukmu kami hadir.

Artikel 17 Agustus tahun lalu: Rame Rasa 17-an di Australia

Salam,

Wollongong, 31 Agustus 2017

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline