Lihat ke Halaman Asli

Giri Lumakto

TERVERIFIKASI

Pegiat Literasi Digital

Mengapa Menulis Itu Sulit?

Diperbarui: 1 Desember 2016   17:19

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Classic Peanuts Comic - ilustrasi: lunametrics.com

Ini yang selalu saya bilang ke mahasiswa saya jika mereka kesulitan menuangkan ide ke tulisan.

"Karena jarak otak kita jauh dari tangan. Lebih mudah ngomong daripada nulis bukan?"

Dan jika ditelisik secara filosofi cocokologi hal ini saya kira benar. Jarak otak kita lebih dekat ke mulut. Sehingga segala impuls lebih reaktif dengan jarak yang lebih dekat. Lebih mudah ngobrol daripada menuangkannya ke tulisan. Karena tangan untuk menulis jauh dari kepala kita. Saraf yang berjalan ke tangan jaraknya jauh dari otak kita. Ukur saja secara sederhana. Jauh bukan jarak otak kita dengan tangan.

Ada axioma bahasa Inggris yang kiranya mendukung 'cocokologi' saya, yaitu "Better said than done". Lebih mudah berkata daripada berbuat.

Toh kita lebih senang berjanji daripada menepatinya, terkadang. Kita mungkin lebih suka lama-lama mengobrol daripada duduk diam menulis. Ada lebih banyak orang di kafe untuk nongkrong. Daripada jumlah orang yang sibuk menulis di kamar, perpustakaan, atau bahkan di kafe itu sendiri. Ngobrol 3 jam lebih tidak terasa. Daripada memandangi kertas atau layar Word untuk menuangkan ide.

Dan menyoal orang yang suka berbicara, kebetulan 'cocok' dengan peribahasa Indonesia, "Air beriak tanda tak dalam." Artinya, orang yang banyak berbicara tidak banyak ilmunya.

Namun bukan berarti semua orang yang suka berbicara tidak banyak ilmunya. Namun peribahasa ini bisa menjadi cerminan gejala yang umumnya ada di masyarakat. Banyak berbicara mungkin pun lebih mengacu kepada membual, bergosip, atau bahkan berbohong. Karena guru atau dosen misalnya, tidak berbicara di kelas malah disangsikan keilmuannya.

Futurama Guy Meme - ilustrasi: quickmeme.com


Kembali ke kenapa menulis itu sulit karena jarak otak kita yang jauh dari tangan, saya coba mensimbolisasikannya.

Mulut adalah sebuah simbolisasi aktifitas memerintah, mengomandoi, meminta atau memohon. Pada umumnya kita bertutur untuk memerintah anak dengan mulut atau ucapan. Aktifitas ini tidak cukup dengan lirikan mata atau jari telunjuk mungkin. Sehingga, simbolisasi ini menyiratkan kemanfaatan untuk diri (self). Kita meminta uang atau memohon maaf dengan berucap. Yang kita dapat, uang atau maaf adalah untuk diri.

Tangan adalah sebuah simbolisasi aktifitas memberi, mendorong, menarik atau meraih. Aktifitas ini semua kita lakukan dengan manfaat untuk orang lain (shared). Menulis lebih ditujukan untuk dibaca orang lain. Walau dari segi kemanfaatan relatif. Namun menulis itu berbagi dan memberi sesuatu dari kita untuk orang lain. Ada amalan, usaha, atau upaya agar untuk memberi apa yang kita fahami dengan menulis.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline