Lihat ke Halaman Asli

Giri Lumakto

TERVERIFIKASI

Pegiat Literasi Digital

Menelisik Tren "Kopas dari Tetangga Sebelah"

Diperbarui: 27 Mei 2019   15:09

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Speak - Ilustrasi: clipsart.co

Kalau kebetulan Anda bergabung atau digabungkan ke dalam grup Whatsapp (WAG),  BBM atau Line, sering kiranya membaca  'Kopas dari tetangga sebelah....'. 

Juga jika kebetulan lagi, di beberapa grup yang lain akan turut meng-kopas posting serupa berulang-ulang. Karena biasanya sudah membaca di grup yang lain, Anda tinggal men-swipe down isi kopasan. Lalu mengomentarinya pun tidak begitu sulit. Cukup tekan ikon jempol atau ketik 'terima kasih infonya'. 

Jika 'beruntung' ada pula yang memberi komentar. Komentar ini pun bisa kemudian menjadi debat. Adapun yang memberikan komentar cukup seadanya, tanpa balasan si pemberi kopasan tadi. Fenomena ini menarik untuk diamati. 

Namun pada satu sisi, ada kebosanan jika mengalaminya sendiri. Grup WA/BBM/Line yang berisi kopasan biasanya hanya berisi hal-hal yang 'trivial' atau biasa-biasa saja. Bukan berarti info atau wejangan yang dibagikan tidak bermanfaat. 

Saya pun yakin, inti daripada beberapa orang bergabung dalam satu grup adalah berbagi kebaikan. Dan tidak ada salahnya juga berbagi info. Walau, kadang terasa 'hampa'. Ada dua 'kehampaan' dari tren 'kopas dari tetangga sebelah' dalam grup. 

Pertama, adalah hampanya originalitas

Karena memang sudah tertera baik di awal atau di akhir sebuah info, tidak ada yang orisinil dari kopasan. Karena tinggal copy lalu paste di kolom chat, maka jadilah info 'baru' di-share dalam satu grup. 

Naifnya, kadang satu grup penuh dengan hal-hal kopas ini. Setiap anggota grup berlomba meng-kopas info yang sudah ada, baik baru maupun lama. Bahkan kadang, info yang di-share sudah di-share/di-forward oleh anggota grup lain sebelumnya. 

Karakter dan status individu dalam grup pun luntur karena seringnya mengkopas. Entah dia mahasiswa, teman sejawat, atau publik figur, karena seringnya meng-kopas. Karena ide atau info yang di-share adalah milik orang lain. 

Kadang, ada juga sumber asli si penulis info. Namun kadang tidak. Karena hanya dikatakan 'kopas dari tetangga sebelah'. Walau info atau ide yang disebar brilian, karena bukan anggota grup sendiri tetap ada kehampaan originalitas. Apresiasi setengah hati kadang diberi untuk si peng-kopas. 

Kedua, hampanya interaksi

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline