Lihat ke Halaman Asli

Giri Lumakto

TERVERIFIKASI

Pegiat Literasi Digital

Malam, Saat Rebah, Saat Bermimpi, Saat Melupa

Diperbarui: 24 Juni 2015   04:52

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

(ilustrasi: 1stwebdesigner.com)

Malam memiliki ruh tersendiri untuk kita. Memiliki sebuah makna seclusion atau pengucilan diri dari semua hingar-bingar dan gegap gempita siang. Saat siang, energi orang-orang sekitar kita bak memendar dan memancarkan ruh kehidupan dunia. Ruh yang mentamsilkan jika manusia akan bisa hidup selamanya. Seakan-akan manusia itu kekal dalam pencarian kebahagiaan di dunia. Sedang malam, memataforkan keheningan dan sepinya dunia dalam diri manusia yang sudah lelah mencari dunia. Malam mengalirkan energi untuk manusia agar menenangkan diri. Setelah lelah mengejar dunia di luar sana. Beristirahatlah di balik tembok-tembok kokoh rumah kita. Mengecap alam mimpi dan menuntaskan kewajiban badan untuk beristirahat. Mengembalikan atau me-restart dan me-recharge energi untuk hari esok yang selalu menjadi doa di setiap harinya. Namun, seakan malam pun tidak dapat menghentikan energi manusia untuk berfikir dan memendarkan ide. Fikir dan ide sering dan selalu muncul saat tubuh sudah dalam state of stationery. Saat dimana tubuh membutuhkan energi ulang. Dan di sela-sela tubuh mengisi kembali ruh kehidupan, rasa dan karsa manusia semakin menajam. Merenungi semua hal yang telah dilalui. Merasakan kembali senyum bahagia siang tadi saat menolong seseorang. Atau bahkan menyesal dalam atas kelakuan silap sore tadi terhadap orang yang kita cintai. Semua bayang dan imaji itu hadir tanpa dinyana saat mata hendak terpejam. Saat tubuh direbahkan di atas peraduan sementara bernama dipan atau kasur. Semua memori, kenangan, atau penyesalan hari yang baru saja lewat seperti berjalan serupa ril film. Nyata dan terasa dalam fikir. Menggugah hati dan ingin untuk berbuat lebih baik esok hari. Atau mungkin semua imaji sebelum mata terpejam itu serupa beban berat. Serupa stress yang mencoba mengurai stress itu sendiri. Mengurai semua kejumudan masalah dengan beragam alternatif serupa masalah. Beragam cara dan alasan untuk esok hari terangkai bak bunga rampai. Indah namun hanya sementara. Karena bungan rampai itu akan layu dan mati. Mencermati masalah dengan menjalin masalah yang baru. Membebani fikir dan melelahkan tubuh. Walau tubuh merebah beristirahat, fikir serasa berlari entah kemana. [caption id="" align="aligncenter" width="500" caption="(ilustrasi: 1stwebdesigner.com)"][/caption] Dan pagi nanti, semua ingin akan sesuatu yang lebih baik atau beban yang melelahkan akan hilang. Tidur serasa menghapus semua fikir tadi malam saat tubuh mulai melunglai. Alam mimpi seakan melesapkan semua fikir dan ide yang sebelum tidur muncul dan nyata di mata. Alam mimpi seakan menhidupkan ide dan fikir tadi malam, hanya di dunianya. Dunia mimpi yang tanpa batas. Dunia mimpi yang berbatas tipis dengan dunia gaib. Dunia mimpi yang berbatas tipis denga dunia mimpi orang lain. Dunia mimpi yang Sigmund Freud sendiri seakan gamang dalam mendefinisikannya. Malam Hari Tetaplah Malam Tak Pernah Bisa Menghilang Akan Terus Ia Datang Dimana Kau Terlelap Malam Kutunggu Datang Bertabur Bintang Terangilah Diriku Malam Berilah Jawaban... Jawaban Tak Pernah Kita Yakini Apa Yang Terjadi Di Esok Hari Akankah Datang Bahagia Ataukah Duka Lara Pas Band - Malam Tetaplah Malam Salam, Solo 20 November 2013 11:48 pm




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline