Lihat ke Halaman Asli

Giri Lumakto

TERVERIFIKASI

Pegiat Literasi Digital

Parpol Islam, Olok-Olok Negri Ini

Diperbarui: 15 Agustus 2016   12:26

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

(ilustrasi: www.tedmills.com)

[caption id="" align="aligncenter" width="448" caption="(ilustrasi: www.tedmills.com)"][/caption] 

Banyak sudah yang membahas semua tingkah polah parpol berbasis (atau berbau) Islam di media masa, termasuk Kompasiana. Banyak juga yang kadang menyangsikan keseriusan parpol Islam dalam pemerintahan. Mulai dari PKB dengan manuver ala Cak Imin. Partai Amanat Nasional dengan sesepuhnya yang kembali 'turun gunung'. PKS dengan kekukuhannya siap mencapreskan Anis Matta. Walau mulai ragu pula PKS. Sampai berita PPP yang seperti partainya Surya Dharma Ali. Karena berhak memecat dan mencopot jabatan elit partainya sendiri. Siapa yang menggoyang posisinya, babat habis ditendang dari PPP. 

Semua parpol ini seolah menyiratkan dagelan yang mengundang olok-olok publik. Saya banyak menyoroti dan mengulas tentang PKB. Parpol yang menjadi kendaraan kaum Nahdiyin untuk mendapat 'rekognisi' dalam negara demokrasi ini. Namun, dibawah komando Cak Imin, jauh sebelum Pileg, PKB dibawah komandonya sudah membuat polah sensasi. Dengan mengusung Rhoma, Mahfud MD, dan Jusuf Kalla, tidak ayal menggaet suara yang cukup lumayan. Istilahnya, dalam Pileg kemarin, PKB memiliki nilai 'jual' yang tinggi. Dan lucunya, kini Rhoma dicampakkan, malah Cak Imin ingin maju menjadi Cawapres. Walaupun saya akui manuver Muhaimin Iskandar ini bagus. (Baca artikel saya Saya Akui, PKB ala Cak Imin Hebat) Agama Dan Amanah Yang Ditunggangi Nafsu 

Banyak yang menyesalkan sikap parol Islam yang dipandang memainkan agama. Alih dan dalih atas nama agama yang selama ini dipraktekkan mereka, berbanding terbalik dengan realitas yang terjadi. Atas nama persamaan agama, sebagai hak dasar manusia, menjadi placebo mencari kesejahteraan 'bersama'. Yang nyatanya, bersama bukan bersama rakyat, namun bersama elit parpol dan oknum dalam lingkar parpol Islam itu sendiri. Seolah atas nama agama, mereka memperjuangkan kesejahteraan bersama untuk negara. 

Mana buktinya? Dari tahun ke tahun, dari Pemilu ke Pemilu, koalisi (abal-abal) hanya berusaha mengamankan kursi empuk di level pemerintahan saja. Saya tekankan, buat mereka saja. Dan seolah dengan (kedok) agama dan perjuangan dakwah amar ma'ruf nahyi mungkar untuk baldatun thoybatun wa robbun ghafur, mereka mengiming-imingi para pemilih mereka. Apa buktinya? Yang terjadi adalah parpol Islam ikut larut dalam politik praktis dan pragmatis. Semua yang terjadi halal atau haram, menjadi take-it-for- granted

Parpol Islam seolah tidak mewarnai demokrasi negara ini. Namun hanya menjadi penghias semata. Parpol Islam yang diharapkan pemilih membawa rahmat, malah sekarang seolah membawa laknat. Mereka haus kursi kekusaan dan jatah berkuasa. Buru-buru mereka amankan dengan membentuk kongsi dagang kursi yang mereka sebut koalisi. 

Sudahkah parpol Islam lupa satu dasar penting menjalankan kepemimpinan. Untuk menjalankan amanah atau tanggung jawab! Menjalankan tanggung jawab adalah hal yang pertama seorang (badan atau parpol) lakukan dalam pemerintahan. Jangan seolah-olah amanah itu dikaburkan dengan kerja pemerintahan. Itu hal yang berbeda. Menganggarkan APBN adalah kerja roda pemerintah. Namun apakah APBN itu untuk kesejahteraan bersama? Atau malah kesejahteraan kelompok? 

Amanah ditunaikan jika janji negara baldatun thoyibatun wa robbun ghafur terjadi. Walaupu sistem demokrasi dijalankan. Yang diharapkan adalah parpol Islam mampu dan mau menjalankan amanah tadi. Dan terlihat yang ada, menjadi pemimpin yang dilimpahi amanah adalah main-main belaka. Parpol dengan jumawa merasa dan mampu bisa menjalankan amanah yang diberikan. Mereka menawarkan diri untuk menjadi pemimpin atau wakil rakyat. Faktanya, para wakil rakyat dari parpol Islam, jauh sebelum pemerintahan baru berjalan pun sudah sangat egois. 

Mereka bergerombol sendiri untuk mengamankan jatah kursi mereka. Mereka adu sikut bahkan mungkin adu jotos untuk melanggengkan posisi mereka. Koar-koar pemimpin amanah tenggelam bersama rakusnya mereka akan jabatan. Menafikan makna amanah yang sejatinya berat dan sulit untuk dilaksanakan. Yang ada mereka berbaris tanpa rasa malu mengiba dan meminta jabatan pada elit dan oknum parpol tertinggi mereka. 

Jujur, saya sebagai Muslim malu melihat polah tingkah elit parpol Islam ini. Mereka menjadi olok-olok yang nyata di media. Primodialitas dalam memimpin mereka tunjukkan. Berebut kursi dan merasa mampu memimpin mereka polahkan. Sedang uswah hasanah yang menjadi panutan abadi umat Islam saja tidak demikian dalam memimpin. Ia menunjukkan kasih dan konsistensi dalam memimpin umatnya. 

Sang panutan bahkan takut dibebani amanah sebagai Nabi yang ma'sum (suci dari dosa). Ia setiap saat beristhigfar dan memohon ampun atas dosa ke atas umatnya. Walau Ia adalah seorang yang ma'sum. Lalu pada siapa elit perpol Islam di Indonesia ini berkiblat? Sudahi dan mulailah membawa makna Islam (sejahtera, aman, dan damai) kembali ke qiyadah Parpol berbasis (berbau) Islam. Atau cukuplah sampai disini embel-embel Islam disematkan ke partai politik. Biarkan Islam menjadi tuntunan parpol berdemokrasi. Sudahi kesan Islam sebagai tontonan di negara ini. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline