Lihat ke Halaman Asli

Giri Lumakto

TERVERIFIKASI

Pegiat Literasi Digital

Lebaran Itu Tidak Sekadar...

Diperbarui: 18 Juni 2015   05:00

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

(ilustrasi: suhaibwebb.com)

[caption id="" align="aligncenter" width="432" caption="(ilustrasi: suhaibwebb.com)"][/caption] Lebaran selalu saja ditunggu. Lebaran itu tidak sekadar berkumpull bersama dan saling maaf-maafan. Atau sungkem dengan orang yang lebih tua. Entah itu orangtua kita, paman-bibi, kakek-nenek dan orang yang dituakan. Atau membagi-bagi angpao ala Lebaran kepada keponakan. Makna Lebaran jauh lebih dalam dari itu semua. Lebaran bisa menjadi momen berharga dan tidak dilupakan bersama. Entah itu dengan anggota keluarga. Ataupun handai taulan, sanak kerabat, atau teman sejawat. Lebaran memiliki makna tersendiri bagi yang merayakan. 1. Lebaran, mengistirahatkan kepenatan hati Penat hati yang sudah cukup terakumulasi padat sebelum Lebaran, dilebur bersama. Kebersamaan yang bersambut kehangatan tegur sapa dan keakraban anggota keluarga, mengistirahatkan penatnya hati. Penat yang muncul dari bulan bahkan tahun sebelum kebersamaan Lebaran itu hadir. Lebaran pula yang melesapkan lelahnya mudik. Mudik dengan segala perjuangan dan lika-likunya, pupus saat Lebaran. Semua jerih payah mudik terobati dengan hangatnya maaf dan senyum tulus saling memaafkan. Penat pun berganti suka cita. Lelah pun terobati dengan kebersamaan hangat keluarga. 2. Lebaran, warisan yang diwariskan Sadarkah kita, bahwa sejatinya tradisi Lebaran ini diwariskan dari orangtua kita. Kita yang dahulu sewaktu kecil menyaksikan orangtua, paman-bibi, saudara dan kerabat saling bermaafan dan sungkem, telah merasuk dalam fikir kita. Lebaran adalah warisan tradisi keluarga yang sengaja ditanamkan orang-orang tua kita terdahulu. Diturunkan tanpa paksaan. Dicontohkan tanpa ada kepentingan. Tradisi maaf-maafan dan sungkeman mengalir indah dala fikir kita sewaktu kecil. Dan saat ini, tradisi itu tanpa ada paksaan dan kepentingan, kita wariskan ke putra-putri kita sendiri. Biarkan mereka saksikan dan rasakan bahwa keluarga dalam Lebaran adalah satu. 3. Lebaran, saling menguatkan dan mengingatkan Lebaran pun memiliki makna menguatkan dan mengingatkan. Menguatkan diri kita sendiri, bahwa kita masih memiliki keluarga yang satu dan utuh. Walau kakek-nenek sudah tiada. Walau yang dituakan sudah lebih dahulu meninggalkan kita. Ada adik ipar yang menjadi anggota baru keluarga. Ada keponakan yang baru 6 bulan umurnya. Atau ada anak angkat orangtua kita yang turut ber-Lebaran bersama. Semakin kita sadar dan fahami, keluarga akan saling mengingatkan kita semua. Baik mendoakan mereka yang telah tiada. Ataupun saling mengingatkan dalam kebaikan dan keburukan. Jika ada kebaikan maka pertahankan. Jika ada keburukan, maka keluarga inilah yang akan selalu mengingatkan. Dan, setiap Lebaran bersama keluarga, penat hati akan selalu terobati, warisan ini kita warisi dan jaga, serta saling menasehati dan menguatkan. Bahwasanya, keluarga ini akan tetap menjadi katarsis akhir penatnya hidup. Menjadi warisan yang tidak ternilai dengan tradisi Lebaran yang kita warisi. Dan menjadi penguat dan pengingat, betapa dalam hidup kita akan melakukan khilaf dan silap. Selamat ber-Lebaran 1435 H. Saya sekeluarga menghaturkan maaf pada Keluarga Besar Kompasiana dan Kompasioner. Semoga Tuhan selalu memberikan curahan kasih dan sayang kepada kita semua. Salam, Wonogiri, 28 Juli 2014 12:20 am

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline