Lihat ke Halaman Asli

Giri Lumakto

TERVERIFIKASI

Pegiat Literasi Digital

Yuk, Stop Melabeli Diri dengan Pro-Prabowo atau Pro-Jokowi

Diperbarui: 18 Juni 2015   02:50

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

(ilustrasi: themotionmachine.com)

[caption id="" align="aligncenter" width="461" caption="(ilustrasi: themotionmachine.com)"][/caption] Mulai sekarang, mari bersama stop melabeli diri dengan pro-Prabowo atau pro-Jokowi. Sesudah ketuk palu dari hakim di MK kemarin, Pilpres telah usai. Presiden terpilih untuk Indonesia akan segera menjalankan daulat rakyat. Menjalankan dan mengarungi roda pemerintahan, dengan Presiden sebagai nahkodanya. Walau Pilpres kemarin bukan ajang untuk berkubu-kubu. Namun ada kesan atau nuansa kerenggangan yang terjadi akibat beda dukungan Capres, disudahi sampai disini. Bersatu kembali kepada keutuhan suatu bangsa sesunggugnya. Mendukung sekaligus mengkritisi pemerintahan yang baru. Walau kekhawatiran itu tetap ada. Ada pihak kubu Capres yang tidak terima hasil putusan MK. Mereka membentuk parlemen jalanan versi mereka. Mungkin mereka akan mencoba merongrong jalannya pemerintahan syah. Mencari dan menggembosi pemerintahan. Baik dari orang-orang mereka yang duduk di ranah legislatif maupun yudikatif. Mencoba segala trik dan manuver yang bisa saja dianggap makar. Selengkapnya di artikel saya Saat Jokowi Presiden, Akan Tercipta Dua Versi Parlemen Jalanan. Sudahlah, sekarang waktunya bangkit dari euforia melelahkan Pilpres 2014. Ada beberapa implikasi yang mungkin saja terjadi jika pro-proan masih terjadi. Sebuah kekhawatiran yang mungkin terjadi di tingkat grass root. Dimana efek langsung pemerintahan yang 'buruk' langsung terasa. Dimana orang-orang di ranah yudikatif, legisatif maupun eksekutif jarang memperhatikan. Pertama, ada rasa acuh terhadap pemerintahan yang berjalan. Seperti Albert Einstein pernah berucap "The world is a dangerous place to live; not because of the people who are evil. But because of the people who don't do anything about it". Orang acuh lebih berbahaya daripada orang yang benar-benar jahat. Kenapa? Pada satu sisi orang yang jahat akan menghadirkan orang baik, atau sebaliknya. Satu sisi berusaha merusak. Sedang satu sisi akan membenahi. Dan itulah dunia ini sejatinya. Dan orang acuh malah orang yang tidak sama sekali berbuat apa-apa. Ia ada tapi tidak berbuat apa-apa. Karena kecewa ia pernah pro pada salah satu Capres. Ia lalu acuh dan cuek pada pemerintahan yang ada. Kedua, ada kesan menyalahkan orang yang telah memilih Capres terpilih. Ini pula yang mungkin muncul jika pro-proan terjadi. Jika Presiden terpilih salah menjalankan tugas atau terkesan lamban kerjanya. Orang seperti ini akan langsung menyalahkan orang lain yang dulu memilih Presiden terpilih. Atau dengan sarkastik ia akan berucap "Noh liat, Presiden pilihan lu lelet kerjanya!". Sebuah proposisi yang tentunya membuat kita terhenyak. Saya kutip ucapan Anies Baswedan yang kira-kira seperti ini "Jangan sandingkan Jokowi dengan Kesempurnaan. Sandingkan ia dengan Capres yang kini berseberangan dengannya." Saat Pilpres dulu mungkin ini benar adanya. Dan jika kita telaah, kalimat ini pun masih aktual sampai saat nanti Jokowi menjadi Presiden. Bukan sebagai pembanding atau katarsis semata. Tapi sebagai pembangun energi positif untuk jalannya pemerintahan nanti. Ketiga, masih ada gontok-gontokan antar pro Capres 'kalah-menang'. Terutama di dunia maya atau sosial media, gonto-gontokan bahkan bully masih beredar. Kalau dibilang lucu, bukan masanya lagi. Karena Pilpres sudah selesai. Kalau lucupun saya kira itu untuk mereka yang terlalu terlarut dengan kubu-kubu Capres. Merasa jagoannya kalah lalu kecewa. Membabi-buta terus menghantam pemerintahan yang ada. Sedang mereka Capresnya 'menang' terus menertawakan kubu yang 'kalah'. Yang jatuhnya, mereka terus saling ejek dan mendengki. Sedang tidak ada apaun kontribusi nyata mereka buat negri. Yang mereka tahu hanya tertawa dan saling merasa benar. Sedang kita sudah mulai membangun negri. Mereka mungkin masih sibuk mem-bully di dunia sosmed. Jadi, stop dan hentikan melabeli diri dengan pro-Prabowo atau pro-Jokowi. Saat ini sampai lima tahun ke depan kita semua adalah pro-Indonesia Membangun. Siap menyongsong dan berkontribusi untuk pemerintahan. Yang juga secara langsung atau tidak langsung berefek ke kehidupan kita. Atau bahkan anak-cucu kita nanti. Waktunya bersatu dan bergenggam tangan mengawasi dan mengkritisi Presiden terpilih. Semua demi Indonesia Hebat! Salam, Solo 22 Agustus 2014 02:51 pm




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline