Lihat ke Halaman Asli

Giri Lumakto

TERVERIFIKASI

Pegiat Literasi Digital

RUU Pilkada: Jebakan Betmen SBY buat Jokowi, atau Pencitraan SBY?

Diperbarui: 18 Juni 2015   00:34

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

(ilustrasi: pekanbaru.tribunnews.com)

[caption id="" align="aligncenter" width="490" caption="(ilustrasi: pekanbaru.tribunnews.com)"][/caption] Lucu sekaligus aneh buat seorang Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dalam menanggapi penghapusan Pilkada langsung. Wacana yang kini berkembang semakin menguatkan pentingnya Pilkada langsung. Namun, kabar burung dan berita dari 'geng' Koalisi Merah Putih (KMP), rakyat lebih memilih menghapus Pilkada langsung. Akibatnya, beberapa pemimpin daerah seperti Basuki Tjahya Purnama atau Ahok, Aria Bima dan Ridwan Kamil menolak wacana ini. SBY dalam hal ini sudah menjelaskan ia berdiri menolak Pilkada lewat DPRD. Namun ini pun masih 'tersirat', sebab partai Demokrat sendiri masih berada di geng KMP. Kini, SBY seolah-olah menjadikan RUU Pilkada ini jebakan betmen buat Jokowi ke depan.

"Kok saya? Saya kan komentar sudah bolak-balik, kok ditanyakan terus?" kata Jokowi, yang masih menjabat Gubernur DKI, di Balaikota DKI Jakarta, Senin (15/9/2014).

Menurut Jokowi, ia yakin, rakyat Indonesia lebih setuju jika kepala daerah dipilih secara langsung, bukan oleh DPRD. Ia mengatakan, kekurangan dalam pelaksanaan pilkada langsung, seperti praktik politik uang atau mahalnya biaya, harus diperbaiki, yakni pada sistem yang diterapkan. (berita: kompas.com)

Sehingga, seolah-olah antara SBY dan geng KMP ada kongkalikong di belakang layar untuk menjebak Jokowi-JK. Wacana Pilkada oleh DPRD yang kini kian mendapat tentangan dari publik menurut survei LSI, adalah tanggung jawab Jokowi nantinya. Dengan kata lain, pihak Jokowi-JK-lah yang harus menentukan sikap. Walau pemerintahan Jokowi-JK baru akan kickoff akhiran Oktober nanti. Pemerintahan Jokowi-JK-lah yang kudu bertanggung jawab memutuskan 'keabsahan' wacana RUU Pilkada lewat DPRD ini. Bukan pemerintahan SBY yang kini masih berkuasa. Karena sesungguhnya, RUU Pilkada melalui DPRD ini telah digulirkan dari tahun 2012. Dari beberapa fraksi DPR yang ada, yang menolak terbilang ada lima fraksi yaitu PDI-Perjuangan, PKS, PAN, Gerindra dan Hanura. Dan dua fraksi yang setuju adalah Demokrat dan PPP. Saya kira mustahil jika SBY sebagai Ketum Demokrat merangkap Dewan Pembina tidak mengetahui soal RUU Pilkada melalui DPRD ini. Dan faktanya, dalam video SBY menyoal wacana ini, ada tersirat bahwa SBY menolaknya. Mustahil juga, jika SBY tidak mengetahui lobi menggelontorkan kembali wacana Pilkada lewat DPRD paska Pilpres. Fraksi Demokrat dengan kukuh tetap mendukung wacana ini.

Lobi kembali dilakukan antara pemerintah dan DPR pada awal September 2014 di Kopo, Puncak. Hasilnya, dalam rapat 9 September 2014, Fraksi Demokrat, PAN, Golkar, Gerindra, PKS, dan PPP sepakat pemilihan gubernur, bupati, dan wali kota melalui DPRD. Adapun Fraksi PDI Perjuangan, PKB, dan Hanura sepakat kepala daerah dipilih langsung. (berita: tempo.co)

Walau tersirat seolah berdiri menolak wacana RUU Pilkada lewat DPRD, SBY terbelunggu syahwat berkuasa anak buahnya sendiri. Dengan tegas menolak praktik politik dagang sapi, SBY tertahan dengan polah fraksi Demokrat. Memang tidak tersurat politik dagang sapi, namun justru Demokrat dalam koalisi KMP-lah yang menternak sapi-sapi politik. Dengan kata lain, fraksi-fraksi geng KMP yang menggelontorkan wacana ini menjaga sapi-sapinya agar terus berkembang biak di ranah legislatif di pusat dan daerah. Di pusat dengan wacana RUU-MD3 dan di daerah dengan RUU Pilkada lewat DPRD ini. SBY, seolah dibuat 'bodoh' sendiri oleh anak buah karena ia harus pula mewakili rakyat dan konstitusi. Dan diakhir masa 10 tahun pemerintahan SBY, akan berbau harum semerbak jika SBY menolak wacana Pilkada lewat DPRD ini. Bagaimana tidak, jika SBY dengan tegas dan nyata menolak ada kemungkinan rakyat akan salut. Pencitraan di akhir masa pun akan semakin kentara. Rakyat dibuat senyum-senyum. Sementara SBY sendiri akan lengser keprabon bak ksatria yang pulang dari medan perang. Dan semakin panas wacana ini beredar, semakin panas pula hati rakyat akan ulah geng KMP. SBY akan datang dan memberi harapan jika dengan tegas menohok ulah geng KMP ini. Walau dalam video yang dirilis, SBY masih belum 'tegas' menolak. Setidaknya rakyat sudah membaca raut dan gelagat SBY menolaknya.

Menanggapi hal ini, politisi PDIP Eva Kusuma Sundari‎ di Gedung DPR, Senayan, Jakarta Pusat, berharap agar SBY mendukung pilkada langsung.

Senada dengan anggota Koalisi Merah Putih yang mengusung agar pilkada dilakukan melalui DPRD, sejumlah petinggi Partai Demokrat pun mendukung pilkada tak langsung. Sikap ini berbeda dengan PDIP yang menginginkan pilkada langsung.

"Lanjut saja‎, poinnya lanjut saja. Dia perintahkan‎ Partai Demokrat untuk voting pemilihan langsung, selesai. Demokrat kan banyak jumlahnya," kata Eva, Senin (15/9/2014). (berita: liputan6.com)

Nah, sepertinya ahli taktik militer ala SBY memang seolah dijalankan dalam wacana Pilkada lewat DPRD ini. Eva Sundari, politisi DPR saja bisa melihat gelagat 'pencitraan' yang tersirat dalam statement-nya. Sehingga, SBY saat ini seolah adalah Presiden sekaligus Ketum Demokrat sedang berusaha mati semati matinya memahami kemauan anak buahnya dan rakyat. Sehingga, rakyat akan melihat SBY sebagai 'pihak terdzolimi'. Rakyat pun menggebu mendorong SBY menolak wacana RUU Pilkada lewat DPRD. Saat sudah mulai memanas, SBY akan memencet tombol darurat partai Demokrat untuk 'Abort The Mission'. Rakyat tenang, pencitraan SBY aman. Apapun itu, tetap menunggu manuver-manuver politisi yang ada menyoal RUU Pilkada lewat DPR ini. Apakah sebelum dilantik SBY berani menekan tombol 'Abort The Mission' lalu mendapat sorak sorai rakyat. Atau menyerahkan sepenuhnya pada pemerintahan Jokowi-JK. Sehingga, kongkalikong geng KMP untuk terus merongrong Jokowi-JK terus dilaksanakan. Salam, Solo, 15 September 2014 11:32 pm

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline