Lihat ke Halaman Asli

Giri Lumakto

TERVERIFIKASI

Pegiat Literasi Digital

Horor Singkat Tercekat #10

Diperbarui: 7 Maret 2016   13:40

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

(ilustrasi: tumblr.com)

[caption id="" align="aligncenter" width="518" caption="(ilustrasi: tumblr.com)"][/caption]

"Den, sini Den.." ku panggil ojek payung langgananku. "Iya mbak.." berlari kecil anak kelas 5 SD ini selalu senang main hujan-hujanan dan mengumpulkan rupiah. Tumben pula magrib ia belum pulang ke rumah. Sampai di rumah, ku beri Aden 10 ribu lebih dari biasanya. Ia hanya tersenyum simpul tanpa mengucap terima kasih dan berlari pergi di derasnya hujan dengan payung kuningnya. "Pulang keujanan Mah?" tanya suamiku. "Iya Pah, untung ada Aden.". "Hah.. Aden?!" heran suamiku. "Iya Aden, langgananku Pah". "Mah, Aden baru aja meninggal tadi sore. Sakit. Tuh bendera kuningnya di ujung gang". Ku terdiam tercekat.

- - o - -

"Bu..ibu nyalain lilin apa di kamar atas?" tanya Ferdy. "Lilin apa? Ibu baru mau nyalain lilin kok. Cepet nih taruh di dapur" jelas ibu. Ibu selalu sigap saat bila listrik mati dan hujan. "Lilinnya ada dua, warna merah, bu?" jelas Ferdy. Tercekat, ibu langsung bertanya. "Cahaya merahnya bundar? Mirip mata dan berpijar ga Fer?" "Iya.." Ferdy menjawab. "Itu bukan lilin Fer...!" sembari menarik Ferdy keluar rumah.

- - o - -

Hujan deras ditambah mati listrik adalah hal yang paling aku tidak sukai. Apalagi saat sendiri di rumah. Diantara rintik hujan menimpa genteng rumahku. Sayup-sayup selalu ku dengar orang berbicara dan mondar-mandir di kamar kosong. Kamar tamu yang hampir selalu kosong.

- - o - -

Lamat-lamat ku lihat bibi beres-beres di ujung tempat tidurku. Walau sudah tua, ia selalu rajin dan cekatan. Subuh hari ia selalu yang pertama bangun. Namun yang ku ingat, bibi sudah tiada. Dan hari ini adalah hari ke-40 ia meninggal dunia.

- - o - -

Turun dari angkot ketika pulang kerja dan hujan, Ani segera berlari mencari tempat teduh. Ia sadar ia akan berteduh tepat di sebuah gapura kuburan tua. Sembari berteduh dan menunggu payung yang hendak diantar adiknya, Ani berusaha tidak melihat ke arah kuburan. Tidak melihat pun, ia merasa terus diawasi. Mungkin hanya hujan yang meredam suara cekikikan yang jauh terdengar.

- - o - -

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline