Kalau sudah ngobrolin soal pakaian, siapa yang tidak ingin pakaiannya rapih dan wangi? Untuk bisa percaya diri dengan pakaian, tidak harus bagus atau mahal. Kalau rapih dan wangi, orang di sekitar kita pun akan senang. Apalagi yang memakainya. Tentu menjadi penyokong percaya diri. Pakaian rapih dan wangi seolah menunjukkan kita adalah orang yang siap bergaul dan bercengkrama dengan banyak orang. Dan sadarkah kita, dalam pakaian rapih dan wangi, ada filosofi Jawa. Sebuah filosofi yang sarat makna dan nilai. [caption id="" align="aligncenter" width="333" caption="(ilustrasi: felaen.com)"][/caption]
Ajining Diri Ono Ing Lathi, Ajining Rogo Ono Ing Busono
Kira-kira artinya, seperti ini martabat jiwa kita ada pada lidah kita. Sedang martabat raga kita ada pada busana yang kita pakai. Untuk bagian pertama, ajining diri ono ing lathi, filososi ini tentu sarat makna dan nilai. Bahwa menjaga lidah atau dalam arti lain ucapan kita, kita sudah menjaga jiwa kita. Perkataan kotor dan tidak baik tentunya akan mengotori jiwa kita. Atau filosofi ini juga memiliki value atau nilai serupa dengan peribahasa Indonesia, Lidahmu, Harimaumu. Menjaga ucapan tentunya demi menjaga martabat jiwa kita dalam pergaulan sehari-hari. Nah untuk filosofi kedua, ajining rogo ono ing busono, sangat terkait isi tulisan saya ini. Orang dengan busana atau pakaian rapih tentunya menaikkan martabatnya. Dengan kata lain, busana atau pakaian secara fisik mencerminkan siapa diri kita sebenarnya. Semakin pintar orang berbusana, semakin ia dianggap seorang yang memiliki percaya diri yang baik. Sekali lagi, pakaian tidak harus mahal dan bagus. Selama pakaian kita rapih dan wangi tentunya hal ini mendongkrak rasa percaya diri kita. Adapun pemaknaan lain dari busana dalam filosofi kedua, ajining rogo ono ing busono, yaitu kata busono terkait jabatan. Perspektif ini adalah jika seorang yang menjabat posisi tertinggi tentunya memiliki busana atau seragam khusus. Semakin tinggi jabatan di perusahaan, biasanya akan semakin formal, rapih, wangi, juga mahal dan bagus. Misalnya seorang direktur atau CEO. Walau, juga ada CEO nyentrik dengan pakaian tidak begitu formal. Namu tentu tetap memegang teguh dasar berbusana, yaitu rapih dan wangi. Sadar atau tidak sadar, kita sebenarnya sudah melakukan filosofi ajining rogo ing busono ini. Bagaimana pesan dan makna filosofi Jawa ini, sederhana untuk dilakukan pada pakaian rapih dan wangi. Dan tentunya pakaian rapih dan wangi tidak datang dengan sendirinya. Kita harus selalu memastikan saat kita menyetrika menggunakan pelicin pakaian bermutu. Selain agar pakaian tidak kisut setelah dijemur dan diaduk-aduk dalam tempat pakaian. Pelicinnya dan pewanginya pun harus memiliki fungsi anti kuman. Lihat pula artikel saya Pakaian Kisut Bikin Wajah Mrengut Lho, kenapa harus anti kuman? Pakaian yang rapih dan wangi tentunya akan tetap bisa berbau. Apalagi setelah aktifitas seharian. Keringat, debu dan panas matahari bisa membuat pakaian berbau tidak enak. Ada tidak pewangi dan pelicin pakaian plus anti kuman? Ada. Kispray jawabannya. Dengan Kispray, pakaian tidak memunculkan bau keringat, debu atau matahari. Dengan kata lain, kandungan Kispray memang dibuat dengan anti kuman. Kispray bukan sekadar pelicin dan pewangi pakaian, tapi juga memiliki fungsi anti kuman. Lengkap sudah Kispray dalam memaknai filosofi, ajining diri ono ing busono. Kispray, selain membuat pakaian tambah rapih dan wangi tentunya sudah mampu memaknai filosofi ajining diri ono ing busono. Kepercayaan diri mudah didapat, jika disiplin menyetrika pakaian dengan Kispray yang juga anti kuman. Salam, Solo,05 Desember 2014 11:21 pm
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H