[caption id="attachment_352671" align="alignleft" width="240" caption="Kantor Berita Radio"][/caption]
Aku sunguh-sungguh gelisah dengan sebuah kabar tidak menyenangkan (paling tidak bagiku) tentang akan dijualnya frekuensi Kantor Berita Radio (KBR). Bagi teman-teman kompasianer yang tidak terlalu akrab dengan KBR (Kantor Berita Radio), mungkin akan terasa asing ketika membaca tulisan ini.
KBR pertama kali mengudara pada 29 April 2009, menggunakan frekuensi 89,2 FM. Siaran radio yang dirintis di tengah gejolak politik nasional saat kekuasaan orde baru diruntuhkan oleh gerakan pro-demokrasi. Butuh keberanian dan nyali yang kuat untuk mendirikan media yang berani di tengah situasi Negara yang kacau – melayani masyarakat (saat itu dan sampai sekarang) dengan siaran-siaran berkualitas, bermutu dan berwawasan kebangsaan. Tak pelak, sejak didirikan sampai saat ini, KBR telah memiliki lebih dari 900 radio jaringan dari Aceh sampai Papua.
7 tahun lalu aku mengenal KBR dari sebuah radio pemerintah di Kabupaten Mimika, Papua yang sangat rutin menyiarkan program-program berita setiap pagi. Aku bukan pecinta siaran radio saat itu, tapi aku pecinta berita. Sebulan pertama, KBR seakan menyita waktu kerja di pagi hari. Aku harus menyetel radio pada jam 8 pagi – 11 siang waktu Timika. Itu rutin setiap hari. Mulai dari Buletin Pagi, feature (SAGA) sampai Sarapan Pagi. Itu 3 program favorite ku.
Lebih mengerikan, karena begitu banyak pendengar KBR di Timika, Radio Bumi Mimika menambahkan program yang lain, di siang hari (berita lintas daerah), dan malam hari (berita kabar tanah Papua). Sungguh aku tersiksa. KBR seakan sedang membunuh karierku sebagai seorang pegawai. Pernah suatu ketika saat meeting, aku masih sempat menempel headset HP di telinga untuk mendengarkan program SAGA. Ini begitu buruk, karena aku tidak konsentrasi pada meeting itu.
Begitu cintanya dengan program KBR, aku kemudian nyambi jadi penyiar. Dan bahkan menjadi satu dari sekian banyak reporter radio jaringan yang ikut mengirimkan berita untuk disiarkan oleh KBR. Bangga? Iya bangga banget. Sebagai seorang pemula (yang baru pernah terjun di dunia jurnalistik), ketika hasil karya disiarkan oleh sebuah media nasional, akan menjadi sebuah kebanggaan yang tak terlukiskan. Aku diarahkan oleh orang-orang hebat di dalamnya, untuk membuat sebuah berita.
2011 aku putuskan untuk tidak lagi menjadi reporter radio jaringan. Tidak lagi mengirimkan berita ke KBR. Tapi kebiasaanku setiap pagi untuk mendengarkan siaran berita KBR tidak berakhir. Itu bahkan menjadi pemicu semangat pagiku.
KBR telah menemukan tempat khusus di hatiku. Siarannya dan penyiar-penyiarnya - mereka semua istimewa bagiku. Ketika ada penyiar yang resign maupun meninggal, tentu aku sedih dan merasa kehilangan. karena aku tak akan mendengarkan suara mereka lagi. Mereka semua terasa begitu dekat denganku (walau belum pernah ketemu).
Namun kini, berita tentang penjualan frekuensi KBR ini mengusik isi kepalaku. Aku tidak tahu apa persoalan yang sedang mereka hadapi. Beberapa jam lalu aku tanyakan hal ini kepada salah satu penyiar KBR (tidak kusebutkan namanya). Dan jawaban yang kuterima jauh dari yang kuharapkan. Kepalaku bak disambar petir yang menyala-nyala. Frekuensi KBR bukan saja dijual, tapi dia juga ikut mengundurkan diri. Sumpah, aku sedih menyiksa. KBR memang masih akan ditemui melalui streaming. Tapi aku akan kehilangan suara penyiar ini. Halaahh.. Janganlah demikian!
Sahabat kompasianer, KBR menggunakan frekuensi dari Green Radio (dulu Radio Utan Kayu) 89,2 FM untuk mengudara di Jakarta. Silahkan coba untuk mendengarkan siarannya, sebelum akan benar-benar menghilang. Frekuensinya akan dijual, tapi KBR akan berganti rupa menjadi radio streaming (tanpa frekuensi). Ini tentunya sulit, jika mendengarkan dari ponsel yang tidak memiliki paket data internet.
15 tahun KBR mengudara untuk melayani masyarakat Indonesia sampai ke pelosok untuk memperoleh informasi. 15 tahun ini pun, KBR telah memberikan warna tersendiri bagi media nasional di Indonesia. KBR telah menjadi bagian dari perkembangan peradaban sejarah bangsa ini, sejak didirikannya.
Dan sekarang akan dijual frekuensi siarannya? sangat disayangkan bukan? Coba bayangkan berapa banyak pendengar setia yang akan kecewa dan tersakiti dengan berita ini. Bertahun-tahun aku membangun komunikasi yang menyenangkan dengan beberapa penyiar KBR. Mereka adalah orang-orang yang ambisius terhadap kehidupan, dengan sikap kritis pada keadaan. Aku senang bergaul dengan mereka. Kini aku tidak akan mendengarkan suara sebagian dari mereka lagi dengan HPku atau radio di mobilku. Separuh semangat pagiku pergi..
Yah sudahlah, apapun masalah yang sedang dihadapi, semoga dapat terselesaikan dengan baik. tapi jika boleh untuk bermohon, tolong pertahankan KBR yah Pak Tosca. Salam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H