Lihat ke Halaman Asli

Kemelut Jiwa dalam Raga Nan Rapuh

Diperbarui: 26 Juni 2015   00:26

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Siapa peduli dengan degup jantung, detak nadi dan tarikan nafas, saluran jiwa-raga menjadi sinambung nyawa?. Kesadaran apa yang lebih daripada sekedar memenuhi ego, kebutuhan, keinginan dan kepentingan diri?. Derita sengsara anak bangsa produk hipokrisi, akibat saling eksploitasi dan manipulasi demi kejayaan kelompok diri sendiri! Sebagaimana degup jantung, detak nadi, tarikan nafas yang terjadi setiap detik, hari dan masa kehidupan, begitulah hirau kuat-kuasa atas hitam putih asa pelemahan tak berdaya para papa rakyat miskin teraniaya.

Apa urusan keberadaan dan kehadiran sesama umat manusia dalam komunitas, masyarakat bangsa, percaturan dunia kecamuk rasa, karsa dan karma?. Ragam gundah gulana menggugat asa, mencederai jiwa masygul nan lara! Selebihnya hanyut dalam luka kecewa, nestapa, sengsara terlindas sorak-sorai riang gembira para pencari lupa. Lupa diri, lupa asal muasal, lupa akhir tujuan kehidupan, lupa berbagi, bagi sesama makhluk seluas ragam alam semesta. Lupa bahwa sesungguhnya ada kebenaran dibalik pembenaran dusta dalam paksa kuasa sementara.

Mencari nikmat gelimang harta dunia hanya untuk sekedar dilupakan! Bal tu'tsiruunal hayaatad dun-yaa, wal aakhiratu khairuw wa abqaa...Tetapi kamu lebih mengutamakan kehidupan dunia, padahal akhirat itu lebih baik dan lebih kekal! (Q.87:16-17). Maka wa laa taqrabuu riba (zina)!. Mendekati riba dilarang semua agama karena yakin haram-dosa...konon lagi mabuk tenggelam asyik masyuk , terjebak berenang dan bergelimang tungkus lumus dalam pusarannya.  Nauuzubillahi min zalik....

Tak semestinya semua berlalu tanpa makna hanya untuk sekedar menjadi pencari lupa. Ketika hakikat lekat pekat dalam jiwa, pencarian makna terjadi dengan sendirinya. Pemahaman sadar makna meluruhkan arti superfisial, merangkul peripheral, menguatkan setiap insan nan lemah, melesap jauh kedalam lubuk sanubari terdalam.

Membayangkan realita, adakah tercipta manusia berbagi mulia asih-asah-asuh hidup bersama selingkup insani. Atau hanya menggapai keinginan dan kehendak ego diri....memuaskan nafsu memenuhi  selera rendah bawah perut dan sekitar perut sahaja? Lalu dalam sangka rasa atas nama agama, kemanusiaan, komunitas sosial serta silaturahim, terbersit niat pikiran hati nurani tak hendak sejalan seia sekata dengan tindak, laku dari kata-kata. Sebab terlalu sering bercampur dusta. Kuat kuasa manusia dalam lupa sering abaikan Maha Kuat-Maha Kuasa.

Ketika jiwa berkehendak mulia, sungguh raga cepat tanggap jalankan tugas selaku pelaksana. Dibalik mulia bertebaran hina-dina.  Raga sigap bertindak tangkas, berbuat tercela searah perintah jiwa nan terbungkus raga! Kemasan tingkah-laku tampak raga cerminan jiwa! Jiwalah penggerak, pengarah dan penguasa raga. Wadah bernaung jiwa dalam nyata, setia tanpa reserve, pasrah sepenuh raga demi pencapaian jiwa nan damai bahagia.

Sungguh raga hanya wadah nan rapuh, ringkih, mudah keropos dan rawan manipulasi bahkan juga dimutilasi. Tapi itulah tampak luar nyata dalam pandangan mata manusia. Basirah dari mata hati nun jauh dilubuk nurani menabur jiwa, menyemai cinta, menebar kasih sayang, berbagi kebajikan mulia dalam keunggulan moral. Adakah kemelut jiwa berujung hampa atau sebaliknya, picu sadar diri selaras raga, semurni jiwa, semulia umat manusia?.

Gelisah pecah bersama gundah bila kemelut jiwa merongrong raga. Mengapa kesadaran dan sesal selalu muncul dalam telat. Kenapa hadir pada waktu yang tak tepat, ketika semua pesta sudah usai, mestikah ajar datang terlambat? Raga rapuh tergolek lemas dalam pasrah tanpa daya. Jiwa melesat pesat tinggalkan raga rapuh meregang nyawa selenyap daya hilang kuasa. Tak bisa lagi berkata dusta, rekayasa dan manipulasi angka-angka.

Bisakah pemicu sadar redakan gelisah kemelut jiwa, bila peluang pemurnian asa diri (purification of the self) dalam zikr mampu lampaui fikr terkontemplasi? Sungguh kesadaran pasti ingatkan diri, bahwa masih ada kuasa realita nyata jauh dibalik realita material dunia. Maka amankan nyaman dalam hakikat kebenaran jiwa-raga. Kuat selaras raga tenteramkan jiwa. Sadarkan gejolak jiwa murnikan hati, menyatu satu gapai berkah Ilahi Rabi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline