Lihat ke Halaman Asli

The Pretender, Menanti Kesadaran Munafikin

Diperbarui: 26 Juni 2015   03:56

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Sesungguhnya tak ada manusia yang benar mampu membuat orang lain menjadi sadar diri, lalu insaf mengakui, menyesal telah berkata atau berbuat salah kemudian bertobat permanen. Hanya diri sendiri dan Tuhan yang bisa sadarkan manusia untuk dapat kembali berada pada jalur kebenaran ilahiah. Menjalankan kebenaran, kejujuran, keikhlasan untuk menciptakan kedamaian, kenyamanan, kesejahteraan dan kebahagiaan hidup manusia selaras alam semesta sesuai akidah  agamanya.

Mengapa dalam tataran praksis sejak ribuan tahun silam para pemuka agama, penganjur kebajikan, pemelihara moralitas umat tak pernah bosan menghimbau, mengajarkan dan mengajak manusia lain untuk sadar kembali ke jalan Tuhan?. Sebab bila ada ajakan kembali, berarti sebelumnya pernah ada sadar dalam benar. Maka percayalah bahwa pada dasarnya dari lubuk hati yang paling dalam, seturut hati nurani, semua manusia bisa menyadari diri dengan baik. Kesadaran yang terbangkitkan, terpicu, terobsesi dan termotivasi dari dalam diri sendiri.

Walau kini makin banyak umat manusia tersesat. Banyak yang salah memilih jalan hidup, bergelimang dunia munafik. Cenderung mengikuti jalan palsu karena keliru lihat tafsir peta jalan.  Tapi yakinlah kebenaran pasti terungkap, hanya masalah waktu. Sebab sudah berabad silam diakui bahwa : You can fool all the people some of the time, and some of the people all the time, but you cannot fool all the people all the time. Abraham Lincoln .

Salah memilih jalan, bisa terjadi karena estafet peta petunjuk jalan yang keliru, baik diterima langsung ataupun tidak langsung dari generasi terdahulu tanpa sadar. Ketika kita memasuki akil-balik, tahu dan paham makna benar-salah, telah memasuki alam pikir dunia orang dewasa, maka peta hanya dapat menjadi acuan relatif. Keputusan arah jalan kesadaran yang akan ditempuh ada pada diri kita sendiri. Tentu saja itu berlaku bila kita mau dan mampu untuk sadar diri. Menggunakan sepenuh jiwa menggali potensi diri -kapasitas terpasang otak-, menjadi cerdas nilai secara indriyah (logika/nalar/akal sehat) dan fithriyah (garizah/naluri/intuisi ilahiah). Homosapiens dan juga homoreligius!

Sejujurnya, mungkin dapat diakui bahwa; diri sendiri belum tentu murni memiliki kesadaran ilahiah, untuk mau dan mampu bersikap-berperilaku menyatukan niat, pikiran dan kata dalam perbuatan nyata. Bila kini masih ada sosok manusia yang mau dan mampu melakukan satunya niat, pikiran, perkataan dengan perbuatan yang baik dan bernilai virtue, maka keteladannya harus bisa di-copy-paste. Disalin-tempel ke dalam diri dan hati nurani umat manusia yang kini cenderung mengalami degradasi, degenerasi dan dehumanisasi (3d). Pasti, bila proses salin-tempel berhasil, inilah bentuk copy-paste yang sangat dianjurkan, bukan berarti menjadi plagiator!

Kita sedang dan akan semakin sangat membutuhkan hadirnya sosok manusia langka untuk bisa mencegah dan menghentikan proses 3d di atas. Manusia langka yang sadar diri secara manusiawi, yang mampu memicu dan membangkitkan kesadaran dalam diri masing-masing umat. Karena sekali lagi, hanya dan hanya jika ada kesadaran dan keinsafan dalam diri kita, terutama the pretender, kaum munafik, -khususnya elite berkuasa- kehancuran moral bangsa dan kegagalan negara disebabkan proses 3d tersebut di atas dapat dicegah lebih dini.

Orang-orang munafik menjalani dunianya seolah telah berada dalam dalam abad fitan (jamak dari fitnah). Semua sikap dan perilaku  yang merupakan cermin dari niat, pikiran, perkataan dan perbuatan tak mengacu kepada diri sejati selaku manusia yang sadar diri.

Sekurang-kurangnya ada empat penampakan sikap dan perilaku para munafikin: 1.Berkata penuh dusta; 2.Berjanji sering ingkar dan mungkir; 3.Dipercaya suka berkhianat; 4.Bersaing-bertanding senangnya curang-culas dan halalkan segala cara untuk menang. Akibat nyata dari sikap dan perilaku munafikin tampak  dalam masyarakat kini: Tergerogotinya rasa saling percaya (distrustful); lenyapnya nilai-nilai keunggulan moral (disappearance of  the virtuousness); lemahnya karakter bangsa, tak punya sifat ksatria (untruthful as a traitor); dan hilang sudah garizah ilahiah serta perilaku manusiawi (unmannerliness). Serasa kita hidup kini sedang berada di belantara hutan rimba dengan naluri bersaing seturut nafsu rendah hewani.

Kini kita hanya bisa menunggu munculnya kesadaran dan keinsafan para munafikin untuk maju, mau dan mampu berubah. Mau dan mampu mengubah dirinya sendiri, sadar diri, menginsafi segala kekeliruan bahwa ada yang telah berbuat kesalahan, sehingga pantas melakukan sesal diri lalu bertobat! Mulailah dari dalam dirimu sendiri, sebab kata orang yang bijak : You can't change anyone!. You could not change the world, you could not change your bosses, your sons, your daughters, your brothers, your sisters, your colleagues, your dealers, your friends, not even your wife!  You have to decided to change yourself first.

Tanpa ada keinginan kuat untuk mengubah, memperbaiki, menyadari, menginsafi eksistensi diri sebagai manusia mulia yang memiliki garizah ilahiah dalam diri sendiri, maka proses kemunduran bangsa melalui 3d sulit dicegah. Marilah kita bangkit, sadar diri, insaf, menyesalkan setiap kesalahan lalu bertobat! Yakinlah ada titik terang, seberkas cahaya di ujung lorong gelap tetap mampu menyinari kegelapan agar kita tak ikut jatuh, lenyap terjebak lobang hitam (black hole).  Percaya diri, bangkit, sadar diri dan insaflah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline