Lihat ke Halaman Asli

Riba, Penjajajahan Ekonomi, Pemiskinan, dan Pembudakan

Diperbarui: 26 Juni 2015   04:02

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Dalam sebuah hadith Nabi Muhammad saw, yang diterima dari Abu Hurairah (ra), dinyatakan bahwa :

There will come a time, he said, when you will not be able to find a single person in the world who will not be consuming riba. And if anyone claims that he/she is not consuming riba then surely the vapor/the dust of riba will reach him/her. (Abu Daud, Mishkat)

Makna riba dalam tataran praksisnya telah menjadi perdebatan panjang  sejak berabad-abad, bahkan ribuan tahun silam.Walau dimengerti bahwa ajaran semua agama langit (samawi) sejak Nabi Ibrahim as (Abraham) berlanjut kepada anak cucu, berujung pada risalah Rasul Muhammad saw menegaskan bahwa riba adalah haram.   Berbuat tindakan haram berarti melanggar perintah Tuhan. Melanggar bermakna manusia telah berani menentang dan menyalahi kehendak Tuhan, karena tidak mau melakukan hal-hal yang halal saja. Tidak mencerminkan diri sebagai manusia beragama, beriman, bertakwa dan berpikir menggunakan akal sehat dengan kecerdasan indriyah (logika/nalar) selaras fithriyah (intuisi ilahiah).

Setiap perbuatan melanggar, menyalahi  hukum dan perintah Tuhan yang telah diajarkan agama sebagaimana tercantum dalam kitab suci disebut dosa. Konsekuensi logis, akibat pasti yang dirasakan oleh orang-orang berbuat dosa atau pendosa adalah neraka. Neraka adalah suatu tempat, keadaan, kondisi pemicu rasa tersiksa, sengsara, celaka dan ternista yang dapat dirasakan oleh semua umat manusia baik selagi hidup di dunia kini, juga bisa  ketika sampai di akhirat.

Lawan dari neraka adalah surga. Surga adalah tempat, keadaan, kondisi yang memicu rasa nyaman, nikmat, damai, sejahtera dan bahagia. Sebagaimana juga rasa neraka yang telah dapat kita bayangkan, begitu pula nuansa citra rasa surga dapat kita visualkan dalam pikiran akal sehat selaras garizah ilahiah. Sungguh, semuanya dapat kita rasakan, nikmati dan  resapkan dalam pikiran serta hati nurani di dunia kini, agar bahagia di akhirat nanti.

Memang bukan hal yang mudah menyatukan pemahaman suatu ajaran melalui belajar, berkontemplasi ataupun dengan menempuh suluk. Menemukan jalan kesadaran memahami agama menuju atau menghadirkan Tuhan Maha Pencipta Yang Maha Benar dalam aliran darah, hati (nurani), otak/pikiran dan jiwa kita. Hambatan utama tentu saja ada dalam diri kita sendiri. Karena kita tidak punya kemauan serius, kegigihan serta kemampuan beradaptasi dengan ilahiah. Tampak jelas ada pada diri manusia hanya menguras nafsu, keinginan duniawi dengan berpikir, berkata dan berbuat untuk kepentingan ego praktis-pragmatis dalam sikap perilaku hidup sehari-hari.

Keinginan manusia untuk memuaskan nafsu duniawi yang berlebihan, memicu timbul keserakahan karena hanya bertumpu kepada kebendaan atau material belaka. Sikap dan perilaku hedonis yang tujuan hidupnya hanya untuk senang-senang menikmati dunia secara konsumtif melalui dunia materi. Paham keliru yang mengagungkan realitas kebendaan atau materialisme menyebabkan manusia menyangkal keberadaan Tuhan. Penyangkalan nahkan pendangkalan terhadap kenyataan adanya realitas yang transenden.

Secara sadar ataupun tidak, pada tataran praksis manusia menyangkal adanya realitas yang melampaui atau jauh berada dibalik (beyond) realitas material. Penyangkalan dan pendangkalan tujuan hidup manusia dipicu oleh materialisme, kapitalisme-liberalisme yang merasuk dan menguasai aktivitas sehari-hari manusia seolah kerasukan setan. Para pelaku materialisme, kapitalisme-liberalisme telah melakukan penjajajahan ekonomi kepada hampir seluruh umat manusia di dunia. Melalui riba-based economic, dengan segala kegiatan dan aktivitas ekonomi yang berbasis riba,  maka pusat uang dan kekayaan dunia lambat laun akan bertumpuk pada segelintir elite pemangsa yang serakah mengangkangi dunia. Itulah yang disebut a predatory global elite!

A predatory global elite tak akan pernah puas melakukan penjajahan ekonomi secara massa dengan ragam upaya dan cara kegiatan ekonomi berbasis riba. Pasar bebas yang benar-benar bebas menghalalkan segala cara tanpa etika, tepa selira dan secara tidak manusiawi memperlakukan manusia hanya sebagai benda untuk dieksploitasi. Target penghisapan kekayaan secara massa, menunjukkan sikap dan perilaku materialisme dan kapitalisme-liberalisme amat sangat berlebihan, sehingga menghancurkan nilai-nilai kemanusiaan yang manusiawi.

Secara sistemik riba-based economic dipraktikkan merasuk jauh kedalam sumsum tulang dan aliran darah manusia. Menghisap kekayaan negara, anak bangsa dan seluruh kehidupan masyarakat yang terlena dan tak sadar telah mengalami pemiskinan struktural dan kultural. Akibat nyatanya yang miskin akan tetap berada dalam kubangan kemiskinan dan akan bertambah miskin karena dieksploitasi, dikuras habis, dihisap sampai kering kerontang. Sedangkan yang kaya terus bertambah dan menumpuk kekayaannya, mencari peluang berinvestasi yang bebas risiko secara bebas tanpa kendali. Habis sudah kehidupan sebagai manusia merdeka, ketika tak ada lagi yang tersedia untuk dihisap dari milik si miskin oleh si kaya. Masyarakat miskin yang butuh makan, sandang dan papan tak bisa apa-apa lagi, kecuali pasrah bongkokan, menyerahkan hidup, harga diri dan kemanusiaannya demi sesuap nasi untuk bertahan hidup. Betul-betul kehidupan manusia yang paradoks dan absurd, sulit diterima akal sehat secara manusiawi. Itu kalau kita masih mau dan mampu berpikir manusiawi secara kafah melalui kecerdasan  indriyah (logika/nalar/akal sehat) dan fithriyah (garizah-intuisi ilahiah).

Penjajahan ekonomi terus berlanjut,  proses pemiskinan berjalan tanpa kendali karena diserahkan pada mekanisme pasar bebas. Masyarakat semakin miskin tanpa akses ekonomi untuk meningkatkan kesejahteraan diri keluarga dan keturunannya tak bakal pernah lagi mampu untuk hidup mandiri. Semua aset, kekayaan dan uang akan mengalir deras kepada penguasa dan pengusaha kaya yang tetap semakin kaya, lalu akan berbuat dan bertindak semena-mena.  Lingkaran setan, yang kaya tetap semakin kaya, yang miskin permanen tambah miskin.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline