Lihat ke Halaman Asli

Psikologi dalam Pandangan Islam

Diperbarui: 29 Juni 2021   05:21

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Psikologi dalam Pandangan Islam | freepik

Psikologi islam merupakan perspektif islam terhadap psikologi modern dengan membuang konsep-konsep yang tidak sesuai dengan islam. Kosep psikologi Islam mempelajari keunikan dan pola perilaku dan kepribadian manusia berdasarkan Qur'an dan Sunnah sebagai ungkapan pengalaman interaksi dengan diri sendiri, lingkungan sekitar, dan alam kerohanian, dengan tujuan meningkatkan kesehatan mental dan kualitas keberagaman.

Baca juga: Quarter Life Crisis dalam Perspektif Psikologi Islam

Ciri khas psikologi Islam dapat dipahami dalam tiga pengertian. Pertama, bahwa psikologi Islam merupakan salah satu dari kajian masalah-masalah keislaman. psikologi yang dibangun bercorak atau memiliki pola pikir sebagaimana yang berlaku pada tradisi keilmuan dalam Islam, sehingga dapat membentuk aliran tersendiri yang unik dan berbeda dengan psikologi kontemporer pada umumnya. 

Kedua, bahwa Psikologi Islam membicarakan aspek-aspek dan perilaku kejiwaan manusia. Aspek-aspek kejiwaan dalam Islam berupa al-Ruh, al-Nafs, Al-Qalb, Al-Aql, Al-Damir, Al-Lubb, Al-Fu'ad, Al-Sirr, Al-Fitrah, dan sebagainya. Masing-masing aspek tersebut memiliki eksistensi, dinamisme, proses, fungsi, dan perilaku yang perlu dikaji melalui Al-Qur'an, As-Sunnah, serta dari khazanah pemikiran Islam. Psikologi Islam tidak hanya menekankan perilaku kejiwaan, melainkan juga apa hakekat jiwa sesungguhnya.  

Ketiga, bahwa psikologi islam bukan netral etik, melainkan sarat akan nilai etik. Dikatakan demikian sebab Psikologi Islam memiliki tujuan yaitu merangsang kesadaran diri agar mampu membentuk kualitas diri yang lebih sempurna untuk mendapatkan kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat. Manusia dilahirkan dalam kondisi tidak mengetahui apa-apa, lalu ia tumbuh dan berkembang untuk mencapai kualitas hidup.

Baca juga: Materialisme dan Problem Kemanusiaan dalam Perspektif Psikologi Islam

Struktur kepribadian dalam perspektif psikologi islam dibagi menjadi tiga yaitu qalb (hati), jism (jasmani) berhubungan dengan hawa nafsu, dan akal. Dalam pengembangan kepribadian Islam, yang paling utama untuk diperhatikan adalah pengembangan qalb (hati). Hati yaitu tempat bermuara segala kebaikan Ilahiyah karena ruh ada di dalamnya. Secara psikologis, hati adalah cerminan baik buruk seseorang. Rasulullah Saw. bersabda: "Ketahuilah bahwa dalam jasad terdapat mudghah yang apabila baik maka baik pula seluruh anggota tubuh dan apabila rusak maka rusaklah seluruh tubuh. "Ketahuilah bahwa mudghah itu adalah qalb." (HR al-Bukhari dari an-Nu'man bin Basyir).

Psikologi Islami juga mengkaji jiwa dengan memperhatikan jasmani. Keadaan tubuh manusia bisa jadi merupakan cerminan jiwanya. Dalam jasmani tak lepas dari unsur bawaannya yaitu hawa nafsu. Nafsu memiliki dua kekuatan, yaitu al-Ghadhab dan al-syahwat. Al-ghadab adalah kekuatan yang menggerakkan manusia untuk menghindari dari hal-hal yang membahayakan. Sedangkan al-syahwat adalah kekuatan atau daya yang mendorong pada hal-hal yang menyenangkan yang mengikuti hasratnya.

Akal dalam pengertian Islam, bukan otak, melainkan daya berpikir yang terdapat dalam jiwa manusia. Akal dalam Islam merupakan ikatan dari tiga unsur, yaitu pikiran, perasaan dan kemauan. "Bila ikatan itu tidak ada, maka tidak ada akal itu," kata T.M. Usman El Muhammady, Akal adalah alat yang menjadikan manusia dapat melakukan pemilihan antara yang benar dan salah. Allah selalu memerintahkan manusia untuk menggunakan akalnya agar dapat memahami fenomena alam semesta ini.

Baca juga: Perilaku Umat Muslim Masa Kini Melalui Psikologi Islam

Dalam merumuskan siapa manusia itu, Psikologi Islami melihat manusia tidak semata-mata dari perilaku manusianya. Psikologi Islami bermaksud menjelaskan manusia dengan memulainya dengan merumuskan apa kata Tuhan tentang manusia. Psikologi Islami menyadari adanya kompleksitas dalam manusia di mana hanya Sang Penciptalah yang mampu memahami dan mengurai kompleksitas itu. Oleh karenanya, Psikologi Islami sangat memperhatikan apa yang Tuhan katakan tentang manusia. Artinya, dalam menerangkan siapa manusia itu, kita tidak semata-mata mendasarkan diri pada perilaku nyata manusia, akan tetapi bisa kita pahami dari dalil-dalil tentang perilaku manusia yang ditarik dari ungkapan Tuhan. (GY)

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline