Lihat ke Halaman Asli

GINA SULISTIANA

MAHASISWI UNIVERSITAS MERCU BUANA | PRODI S1 AKUNTANSI | NIM 43223110041

Quiz 10 - Penerapan Penyebab Korupsi di Indonesia Pendekatan Jack Bologna

Diperbarui: 16 November 2024   19:04

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Prof, Apollo. Modul Kuliah 10_Etika dan Hukum

Menurut salah satu ahli Juniadi Suwartojo (1997) pengertian korupsi adalah tingkah laku atau tindakan seseorang atau lebih yang melanggar norma-norma yang berlaku dengan menggunakan dan/atau menyalahgunakan kekuasaan atau kesempatan melalui proses pengadaan, penetapan pungutan penerimaan atau pemberian fasilitas atau jasa lainnya yang dilakukan pada kegiatan penerimaan dan/atau pengeluaran uang atau kekayaan, penyimpanan uang atau kekayaan serta dalam perizinan dan/atau jasa lainnya dengan tujuan keuntungan pribadi atau golongannya sehingga langsung atau tidak langsung merugikan kepentingan dan/atau keuangan negara/masyarakat. Kesimpulannya, Korupsi adalah penyalahgunaan kekuasaan atau wewenang untuk keuntungan pribadi, yang dilakukan dengan cara melanggar hukum atau norma, seperti menerima suap, menggelapkan uang, atau memanipulasi jabatan untuk kepentingan pribadi atau golongan yang merugikan berbagai pihak termasuk negara.

Kasus korupsi di Indonesia semakin marak diberitakan, dan praktik ini tampaknya telah menjadi bagian yang tak terpisahkan dari dunia politik dan pemerintahan. Baru-baru ini, pada April 2024, terungkap skandal korupsi timah dengan nilai fantastis, yakni Rp271 triliun, menjadikannya kasus korupsi terbesar dalam sejarah Indonesia. Angka ini bahkan melampaui kasus BLBI pada 1997-1998, yang mengakibatkan potensi kerugian sebesar Rp138,44 triliun.

Fenomena ini menimbulkan pertanyaan "mengapa korupsi terus membesar dan seolah sulit diberantas". Ironisnya lagi, ada dugaan bahwa banyak kasus lain yang masih tersembunyi dan belum terkuak, karena praktik hubungan nepotisme yang saling melindungi antar pelaku. Tak jarang, para pelaku korupsi yang ikut terseret dari kalangan pegawai atau pejabat pemerintah yang sudah memiliki penghasilan tetap dan kehidupan yang layak. "Mengapa mereka tetap melakukan korupsi? Apakah ini karena ketidakpuasan terhadap apa yang sudah mereka miliki?".

Dibalik pertanyaan tersebut, tentu saja terdapat penyebab dan alasan seseorang melakukan korupsi. Hal ini dapat dijelaskan melalui berbagai sudut pandang, salah satunya adalah teori "GONE" yang dikemukakan oleh Jack Bologna.
Tulisan ini dibuat bertujuan untuk mengkaji dan membahas lebih dalam terkait penerapan penyebab kasus korupsi di Indonesia melalui pendekatan “Gone” yang dikemukakan oleh jack bologna dan bagaimana kerangka ini dapat dikatakan Berkaitan Dengan Korupsi di Indonesia

 

What: Teori Gone: Yang dikemukakan oleh Jack Bologna ?

Teori GONE adalah teori yang popular digunakan dalam penelitan fraud (kecurangan). Penelitian ini dikemukakan oleh Jack Bologne (1993) sebagai dasar teori untuk meneliti faktor-faktor penyebab terjadinya perilaku fraud (kecurangan) atau biasa disebut korupsi. Teori GONE merupakan teori yang menyempurnakan Teori Triangle Fraud oleh Cressey (1953), yang dalam teori nya tersebut ia menyebutkan terdapat tiga faktor yang tepat untuk menggambarkan alasan mengapa seseorang melakukan fraud atau tindak kecurangan yaitu hal tersebut dilakukan karena adanya "Pressure" (Tekanan), "Oppoturnity" (Peluang atau Kesempatan), dan "Rationalization" (Rasionalisasi). Teori GONE ini merupakan penyempurnaan dari teori Triangle Fraud yang mengungkapkan akar penyebab koruptor melakukan tindak fraud terdiri dari empat faktor, yaitu unsur "Greed" (Keserakahan), "Opportunity" (Kesempatan), "Need" (Kebutuhan), dan "Exposes" (Hukuman yang rendah) (Isgiyata, 2018). 

Prof, Apollo. Modul Kuliah 10_Etika dan Hukum

Why: Kerangka Teori “Gone” Yang Dikemukakan Oleh Jack Bologna Mampu Menjelaskan Penyebab Terjadi Korupsi di Indonesia

Pertama, Greedy (Keserakahan), adalah ambisi yang tidak terukur, yang membuat seseorang akan melakukan segala cara  tanpa memedulikan batasan hukum atau etika. Kedua, Opportunity (Kesempatan), yaitu adanya peluang celah dalam regulasi, yang memudahkan seseorang untuk melakukan tindakan korupsi tanpa takut ketahuan dan hukum. Ketiga, Need (Kebutuhan), suatu sikap mental yang tidak pernah merasa puas, penuh dengan pola pikir konsumtif, dan selalu dipenuhi dengan keinginan yang tak ada habisnya. Terakhir, Exposes (Hukuman yang rendah), lemahnya hukum dan minimnya sanksi yang tegas bagi para pejabat atau yang memiliki kuasa membuat nilai hukum rendah yang bisa di kuasai juga oleh kewenangan yang semena-mena (Isgiyata, 2018).

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline