Indonesia adalah negara hukum, yang berarti semua aspek kehidupan di negara ini harus berdasarkan hukum. Hal ini tercantum dalam Pasal 1 Ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945, yang menegaskan bahwa segala masalah sosial dan hukum harus diselesaikan melalui jalur hukum. Dalam negara hukum, setiap individu dan pemerintah wajib mematuhi hukum yang berlaku, dan tidak ada yang di atas hukum. Hukum berfungsi untuk melindungi hak asasi manusia, menjamin keadilan, serta memastikan bahwa semua warga negara diperlakukan sama di depan hukum.
Dalam sebuah negara hukum, penegakan hukum sangat bergantung pada aparat penegak hukum. Mereka memiliki peran penting dalam menegakkan keadilan dan memastikan bahwa hukum dapat mengatur ketertiban dan keteraturan dalam masyarakat. Dengan adanya aparat penegak hukum yang menjalankan tugasnya dengan baik, diharapkan hukum dapat memberikan perlindungan dan keadilan bagi semua warga negara, sehingga tercipta lingkungan sosial yang aman dan teratur.
Lalu mengapa penegak hukum di Indonesia baru dilakukan setelah viral ?
Pertanyaan ini menyoroti masalah pada polri sebagai aparat penegak hukum yang belum menunjukkan integritas tinggi. Banyak anggota Polri yang belum bekerja secara profesional sesuai dengan kode etik yang ada, serta kurang memiliki moralitas dan kepribadian yang baik. Hal ini membuat masyarakat merasa kecewa, karena mereka mengharapkan aparat penegak hukum bisa bertindak secara konsisten dan dapat dipercaya dalam menegakkan hukum dan keadilan.
Namun adanya fenomena "no viral no justice" yang terjadi di ruang digital belakangan ini telah membuka jalan bagi masyarakat untuk ikut turut serta dalam mewujudkan keadilan dengan cara yang cukup praktis. Dalam hal ini maksudnya adalah dimanapun dan kapanpun kini kita dapat berpartisipasi dalam menegakan keadilan dengan memiliki gadget jaringan internet.
Hal tersebut selalu menjadi pertanyaan publik, Masyarakat sering merasa frustrasi ketika melaporkan suatu masalah kepada polisi, karena meskipun sudah melapor, tindakan dari pihak kepolisian tidak selalu cepat. Masyarakat merasa bahwa penanganan kasus baru akan lebih sigap jika isu tersebut viral atau ramai diperbincangkan di media sosial. Hal ini menciptakan kesan bahwa perhatian publik lebih berpengaruh terhadap respons aparat penegak hukum daripada laporan yang disampaikan secara langsung oleh masyarakat.
Kondisi di mana laporan masyarakat kepada polisi tidak selalu ditindaklanjuti dengan cepat mencerminkan perlunya evaluasi mendalam dalam institusi kepolisian. Situasi ini menunjukkan bahwa kepolisian harus meningkatkan responsivitas dan profesionalisme dalam menangani setiap laporan, tanpa harus bergantung pada popularitas atau viralitas suatu isu di media. Evaluasi ini penting untuk membangun kepercayaan masyarakat, karena penegakan hukum yang efektif seharusnya tidak dipengaruhi oleh faktor eksternal. Dengan memperbaiki sistem penanganan laporan dan meningkatkan pelatihan bagi anggotanya, kepolisian dapat menunjukkan komitmen yang lebih kuat terhadap pelayanan publik dan keadilan, serta memastikan bahwa semua warga negara merasa didengar dan dilindungi.
bukan sekali dua kali kasus yang terjadi yang menyebabkan adanya stigma "no viral no justice", terlihat dari beberapa kasus yang baru ditangani serius setelah viral di media sosial. Misalnya, kasus pelecehan seksual yang melibatkan pegawai KPI, pemerkosaan tiga anak di Luwu Utara, dan bunuh diri mahasiswi NWR, semuanya menunjukkan bahwa keadilan bagi korban sering kali terhambat hingga isu tersebut mendapatkan perhatian luas. Terbaru, kasus kekerasan terhadap pegawai toko roti di Jakarta Timur juga mencerminkan hal yang sama, di mana tindakan kepolisian baru terlihat setelah video penganiayaan viral di media sosial. Situasi ini menggambarkan keresahan masyarakat terhadap lemahnya penegakan hukum dan menegaskan pentingnya reformasi dalam sistem hukum agar setiap laporan dapat ditangani secara adil dan cepat, tanpa harus bergantung pada popularitas suatu kasus.
Kondisi tersebut tidak menutup kemungkinan masyarakat bertindak main hakim sendiri dan menilai sembarangan sementara harusnya suatu kasus bisa diusut oleh pihak berwajib. Selain itu publik bisa menilai kurang baik atau bahkan menurunnya kepercayaan terhadap institusi kepolisian
Namun disisi lain pernyataan bahwa lambatnya respons polisi terhadap laporan masyarakat dapat menjadi "people power" mencerminkan potensi positif dari keterlibatan publik dalam evaluasi kinerja kepolisian. Ketika masyarakat merasa bahwa laporan mereka tidak ditanggapi dengan serius, mereka cenderung menggunakan media sosial untuk menyuarakan ketidakpuasan dan menarik perhatian publik. Hal ini dapat memicu diskusi yang lebih luas tentang akuntabilitas dan transparansi dalam institusi kepolisian, serta mendorong perubahan yang diperlukan. Dengan demikian, meskipun situasi ini menunjukkan kelemahan dalam penegakan hukum, ia juga memberikan kesempatan bagi masyarakat untuk berperan aktif dalam memperbaiki sistem, memastikan bahwa suara mereka didengar dan diakui dalam proses penegakan hukum.