Nasib seorang guru honorer di ujung tanduk. Tuduhan kekerasan yang mengguncang dunia pendidikan di Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara, menjadi sorotan publik. Supriyani, nama guru tersebut, kini harus berjuang membuktikan dirinya tidak bersalah.
Kasus yang menimpa Supriyani (36), seorang guru honorer di SD Negeri 4 Baito, Kecamatan Baito, Kabupaten Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara, tengah menjadi sorotan publik. Supriyani dituduh memukul seorang murid kelas IA di sekolah itu dengan sapu ijuk hingga sang siswa mengalami luka di bagian paha. Kasus pemukulan disebut terjadi pada Rabu (24/4/2024) sekitar pukul 10.00 WITA. Korban pemukulan tersebut merupakan anak dari seorang Ajun Inspektur Polisi Dua (Aipda) Hasyim Wibowo, Kepala Unit Intelijen Polsek Baito.
Akibat tuduhan tersebut, Supriyani kemudian dilaporkan ke Polsek Baito. Pada Senin (29/4/2024), Supriyani dipanggil sebagai terlapor di Polsek Baito. Di sana, ia dimintai keterangan terkait kejadian yang dituduhkan hingga adanya luka di paha korban. Namun, Supriyani membantah telah memukul siswa tersebut.
Pemeriksaan juga dilakukan kepada para guru di SDN 4 Baito terkait dugaan kasus. Hasilnya, para guru juga mengaku tidak tahu mengenai kejadian pemukulan yang dituduhkan. Meski begitu, penyidik justru mengarahkan Supriyani agar datang ke rumah orangtua korban untuk meminta maaf.
Banyak pihak meragukan kebenaran tuduhan terhadap Supriyani. Salah satu alasan utama adalah minimnya bukti fisik yang mendukung klaim penganiayaan. Tidak ada saksi mata yang secara langsung melihat kejadian tersebut, dan hasil pemeriksaan medis pada korban pun tidak menunjukkan tanda-tanda kekerasan yang signifikan. Hal ini pun menimbulkan pertanyaan mengenai kredibilitas keterangan korban.
Supriyani diduga mengalami tekanan dan paksaan untuk mengakui perbuatan yang tidak dilakukannya. Beberapa pihak menyebutkan adanya upaya intimidasi dan permintaan uang untuk menghentikan kasus ini.
Supriyani dikenal sebagai guru yang baik dan berdedikasi. Reputasi baiknya ini membuat banyak orang sulit percaya bahwa ia tega melakukan tindakan kekerasan terhadap siswa. Kasus ini menjadi sorotan mengingat jika ditinjau dalam konteks sosial yang lebih luas, yaitu terkait dengan status sosial dan kekuasaan, dimana korban merupakan anak seorang anggota polisi, sementara Supriyani adalah seorang guru honorer. Hal ini memunculkan dugaan adanya ketidakadilan dalam penanganan kasus.
Dugaan adanya permintaan uang sebesar Rp 50 juta terhadap Supriyani merupakan salah satu aspek yang membuat kasus ini semakin kompleks dan menarik perhatian publik. Namun, kebenaran dari dugaan ini masih belum dapat dipastikan secara resmi. Informasi terkait permintaaan uang itu memang sempat beredar luas di masyarakat, terutama di media sosial. Hal ini menjadi salah satu faktor yang semakin memperkuat anggapan bahwa kasus yang menimpa Supriyani penuh dengan kejanggalan.
Sidang pidana yang dilaksanakan pada Kamis (24/10/2024) menjadi pusat perhatian, pasalnya ribuan guru yang tergabung dalam Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) memadati Pengadilan Negeri (PN) Andolo, Kabupaten Konawe Selatan (Konsel), Sulawesi Tenggara untuk memberikan dukungan kepada Supriyani. Mereka membawa spanduk dan poster berisi tuntutan keadilan untuk sang guru honorer. Aksi tersebut dilakukan sebagai bentuk solidaritas sesama guru.
Sebelum sidang dimulai, sempat dilakukan upaya mediasi antara pihak Supriyani dengan pihak pelapor. Namun, upaya mediasi tersebut gagal mencapai kesepakatan. Jaksa Penuntut Umum (JPU) membacakan dakwaan terhadap Supriyani, yang intinya adalah tuduhan melakukan kekerasan fisik terhadap siswa tersebut. Dalam dakwaan, disebutkan bahwa Supriyani memukul siswa menggunakan gagang sapu. Supriyani membantah seluruh tuduhan yang dialamatkan kepadanya. Ia menyatakan tidak bersalah dan merasa difitnah.
Sidang berlangsung di bawah pengawalan ketat aparat keamanan, untuk mengantisipasi adanya gangguan keamanan dari berbagai pihak. Kasus ini terus menjadi perbincangan hangat di media sosial, yang semakin memperkuat opini publik yang terpecah. Sebagian besar masyarakat juga memberikan dukungan kepada Supriyani, menganggapnya sebagai korban fitnah dan ketidakadilan. Mereka melihat Supriyani sebagai sosok guru yang baik dan tidak mungkin melakukan tindakan kekerasan terhadap siswa. Masyarakat masih ragu dan meminta agar kasus ini diusut tuntas. Mereka beranggapan bahwa setiap tuduhan harus dibuktikan secara hukum.