Lihat ke Halaman Asli

gilang tatit nurindra

Universitas Airlangga

Menaiknya Harga Tiket Masuk Candi Borobudur

Diperbarui: 9 Juni 2022   15:03

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Borobudur menjadi sebuah identitas budaya Indonesia yang dikenal mancanegara. Keunikan bangunan peninggalan zaman Syeilendra ini menjadi daya tarik yang akan selalu dilestarikan. Sejak di tetapkan oleh UNESCO ada tahun 1983 sebagai situs warisan dunia banyak wisatawan lokal maupun mancanegara yang selalu berdatangan melihat monument yang dulunya dijadikan sebagai acara keagamaan ini. Pada 2018, tercatat Candi Borobudur dikunjungi oleh 3,6 juta wisatawan, dan meningkat ditahun 2019 sebanyak 3,9 juta wisatawan. 

Namun peningkatan ini menurun drastis pada tahun 2020 menjadi 996.000 orang dikarenakan pandemi covid-19. Berakhirnya pandemi pada tahun 2022, menjadi langkah awal baru pemerintah untuk meningkatkan lagi wisatawan ke Candi Borobudur, namun kebijakan yang diambil pemerintah dianggap kurang tepat oleh berbagai masyarakat, yaitu menetapkan harga Rp 750.000 untuk wisatawan lokal dan Rp 1.450.000 untuk wisatawan mancanegara untuk memasuki stupa Candi Borobudur. 

Bukan tanpa alasan, Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Muhadjir Effendy menyatakan bahwa kondisi Candi Borobudur sudah miring. Ketetapan ini di tujukan agar wisatawan yang menaiki puncak candi bisa dibatasi agar menjaga kelestarian candi, permasalahan lainpun ditujukan karena tidak sedikit wisatawan yang melakukan etika buruk saat berwisata di Candi Borobudur, terutama di stupa candi. 

Mereka melanggar aturan dengan menaiki stupa, mencoret-coret, hingga membuang sampah maupun putung rokok sembarangan. Menanggapi bagaimana penanganan menanggulangi permasalahan tersebut sepatutnya pemerintah menetapkan regulasi yang tidak memandang kelas sosial. 

Candi Borobudur awal mula pembuatannya adalah sebagai situs keagamaan masyarakat budha pada dinasti Syeilendra, sejak terjadinya letusan dasyat Gunung Merapi candi tersebut di tinggalkan dan di restorasi ulang. 

Menuntut bagaimana seharusnya masyarakat beretika dalam berwisata memandang permasalahan biaya tidak bisa menjadi alasan untuk dijadikan aturan. Sepatutnya pemerintah menginjakkan regulasi lain seperti adanya denda dengan cctv seperti yang dilakukan kepolisian dalam membuat jera pelanggar lalu lintas.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline