Lihat ke Halaman Asli

M. Gilang Riyadi

TERVERIFIKASI

Author

"The Paradise of Thorns", Ketika Ladang Durian Menjadi Sengketa Kepemilikan

Diperbarui: 27 September 2024   11:01

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Image by YouTube

Di tahun 2024 ini, setidaknya ada 2 film dari rumah produksi Thailand, GDH, yang filmnya rilis di layar lebar Indonesia. Yang pertama adalah Not Friends, yang menceritakan tentang persahabatan anak SMA. Sedangkan yang kedua ialah How To Make Millions Before Grandma Dies yang berhasil menjadi film Thailand terlaris sepanjang masa yang tayang di sini.

Ternyata tak sampai sana saja. Di negara asalnya, GDH kembali memproduksi satu film yang cukup menarik perhatian. Mengambil tema tentang "Durian", film dengan judul The Paradise of Thorns ini rilis secara resmi di sana pada bulan Agustus lalu.

Sampai tulisan ini dibuat sebenarnya belum ada kabar resmi apakah film ini akan tayang juga di Indonesia atau tidak, karena di dalamnya terdapat isu sensitif yang kemungkinan akan jadi kontroversi. Tapi untungnya saya berkesempatan untuk menyaksikan film ini pada acara Jakarta World Cinema yang diadakan di CGV Grand Indonesia, Jakarta.

Sebagai informasi, JWC 2024 ini menghadirkan ratusan film dari puluhan negara yang tayang secara terbatas selama event ini berlangsung, yaitu tanggal 21-28 September ini. The Paradise of Thrones menjadi salah satu film yang tayang di sana, bahkan ditambah layarnya karena antusias penonton yang tinggi.

Karena kemarin sudah menonton filmnya, maka di tulisan kali ini saya akan mencoba memberi ulasan. Apalagi secara keseluruhan saya bisa mengatakan bahwa film ini adalah sebuah masterpiece. Yuk langsung simak di bawah ini.

SINOPSIS

Di sebuah desa di Thailand, yang jauh dari hiruk pikuk kehidupan kota, sepasang kekasih Thongkam (Jeff Satur) dan Sek (Toey Pongsakorn) mengembangkan kebun durian yang lima tahun kebelakang dirawat bersama. Kebun luas berhektar-hektar itu kemudian mulai menunjukkan tanda-tanda berbuah. Thongkam dan Sek sangat senang dan dengan sepenuhi hati merawat kebun itu agar nanti bisa berhasil panen.

Suatu ketika Sek terjatuh dari pohon dan membuat kondisinya kritis. Namun sayang nyawa dia tak bisa diselamatkan. Kepergian Sek meninggalkan duka mendalam bagi Thongkam juga keluarga Sek. Sejak itu, Saeng sebagai Ibu Sek (Seeda Puapimon) tinggal di rumah milik Thongkam dan Sek, ditemani juga oleh Mo (Engfa Waraha) sebagai anak angkatnya.

Thongkam & Saek (image by bento.me)

Konflik muncul ketika Saeng dan Mo mulai membahas soal kepemilikian ladang durian tersebut, mengingat sertifikat tanah di sana atas nama Sek. Secara hukum karena Sek belum menikah, Saeng lah sebagai ibu yang berhak atas harta tersebut. Namun Thongkam tak bisa semudah itu memberikannya, apalagi yang merawat kebun ini selama bertahun-tahun adalah dirinya.

Upaya hukum dilakukan lewat pengadilan, namun tetap saja sertifikat tanah tersebut akhirnya dimiliki oleh Saeng. Thongkam sebagai "orang asing" tak berhak apa-apa lagi atas kebun luas itu. Bahkan ia terancam diusir dari tempat tinggal itu.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline