Hari ini di sosial media Twitter, saya menemukan topik yang sedang hangat diperbincangkan. Bermula dari satu akun yang sedang mengadakan giveaway berupa saldo OVO.
Jika Kompasianer merupakan warga aktif Twitter tentu paham bahwa giveaway seperti ini memang sering dilakukan.
Hadiahnya beragam. Bisa berupa uang (dalam bentuk elektronik), barang preloved, bahkan hingga ponsel keluaran terbaru.
Meski terdengar menggirukan, ada syarat yang harus dilakukan. Biasanya, yang mengadakan giveaway tersebut mengharuskan orang yang akan ikut kompetisi ini untuk mengikuti akunnya, me-retweet, sekadar membalas tweet dengan ketentuan tertentu. Ya yang jelas itu memang hak si akun yang bersangkutan.
Nah, kasus yang cukup viral ini mengharuskan orang yang akan ikutan giveaway-nya untuk memposting foto bersama Ibunya serta menyebutkan nama dari Ibunya tersebut.
Syarat yang terlihat mudah bukan? Bahkan banyak juga kok orang yang ikut membalas tweet itu sesuai syarat yang diberikan. Tapi tidak sedikit juga lho yang justru kontra dengan syarat tadi.
Kenapa? Betul, karena di sana mengharuskan seseorang menyebut nama Ibu Kandungnya.
Memangnya tidak boleh, ya? Hmmm, bukan masalah boleh atau tidaknya, sih. Tapi nama Ibu Kandung sebenarnya termasuk ranah dengan tingkat privasi yang tinggi. Mari kita simak di paragraf selanjutnya.
Nama Ibu Kandung sangat berkaitan erat dengan urusan perbankan seseorang. Kompasianer pasti sudah tidak asing jika datang ke bank untuk membuka rekening, pasti akan ditanya nama Ibu Kandung yang sudah terdaftar di Disdukcapil.
Selain itu, jika memiliki kendala seperti kartu atm yang hilang atau terblokir pasti costumer service akan bertanya nama Ibu Kandung kita.
Hal ini pun berlaku untuk kartu kredit. Misalnya ketika ditelepon untuk mencocokkan data, CS akan bertanya nama Ibu Kandung, apakah sesuai dengan formulir yang sebelumnya diisi atau justru malah berbeda.