Lihat ke Halaman Asli

M. Gilang Riyadi

TERVERIFIKASI

Author

Terjebak Friendzone, Antara Bertahan atau Lepaskan

Diperbarui: 30 Juni 2019   21:08

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

image by Billboard Vietnam

Usia 17 tahun hingga akhir usia 20-an menjadi usia yang rentan dalam menghadapi urusan asmara bagi sebagian orang. Pada usia seperti ini kita dihadapkan dalam momen pertama kalinya mengenal rasa cinta pada seseorang, merasakan kasmaran yang selalu membuat bibir tersenyum ketika mengingat dirinya, hingga akhirnya sama-sama yakin untuk menjalin sebuah hubungan yang lebih dari sekadar teman biasa.

Namun ini juga adalah fase di mana seseorang merasakan patah hati untuk kali pertama. Kita dihadapkan pada masalah yang dianggap sangat berat. Cinta jadi parameter kebahagiaan. Padahal, hidup bukan selalu tentangnya bukan?

Satu hal yang menarik dari fenomena jatuh cinta-patah hati ini adalah adanya satu istilah baru yang menggambarkan sebuah hubungan yang tidak jelas arahnya. Dibilang saling suka belum tentu, tapi hubungan sudah seperti sepasang kekasih. Ya, kita menyebutnya dengan sebutan FRIENDZONE.

Istilah ini mulai hits di kalangan anak muda beberapa tahun ke belakang untuk menggambarkan sebuah "persahabatan" yang salah seorang di dalamnya memendam perasaan lebih. Hal yang jadi masalah adalah ketika orang tersebut tidak berani untuk mengungkapkan perasaannya karena takut hubungan persahabatan mereka jadi berantakan. So, itulah penjelasan singkat friendzone.

Produksi film Thailand, GDH, bahkan membuat film dengan tema dan judul yang sama, yaitu "Friendzone". Film ini rilis di negaranya pada tanggal 14 Februari 2019 lalu dan tayang juga di Indonesia pada pertengahan Maret kemarin. Dengan kondisi anak muda Indonesia yang banyak terjebak dengan situasi ini, ternyata menjadikan Friendzone sebagai film terlaris Thailand yang pernah tayang di Indonesia. Wow, dampaknya memang cukup besar ya ternyata.

Di Indonesia sendiri kita tentu tahu kisah Ayudia dan Ditto. Mereka sudah bersahabat hingga 13 tahun yang pada akhirnya berhasil berlabuh pada jenjang pernikahan hingga memiliki seorang anak yang lucu. Indah bukan? Namun, pada kenyataannya justru tidak semulus cerita orang-orang ataupun cerita fiksi dari sebuah film atau novel.

Hal pertama yang harus digarisbawahi adalah kisah (fiksi) di luar sana bukanlah patokan kita untuk mengharapkan relationship goals. Kita hidup pada kehidupan sendiri sehingga tidak perlu memikirkan cerita orang lain. Mungkin bisa dijadikan insipirasi, namun tetap juga mengedepankan logika dengan apa yang sedang terjadi dengan kehidupan pribadi.

image by travelberries.com

Salahkah Menyukai Sahabat Sendiri?
Friendzone bagai sebuah kutukan dalam hubungan persahabatan. Tentu kita pun tidak punya niat di awal untuk menyukai sahabat sendiri. Tapi yang namanya perasaan justru datang tanpa pernah kita duga sebelumnya. Hal ini bisa menimbulkan kesalahpahaman hingga persahabatan yang sudah terjalin lama justru jadi rusak ke depannya.

Tidak ada yang salah soal perasaan. Yang ada hanyalah soal waktu yang kurang tepat. Seperti lirik sebuah lagu Fiersa Besari, Kita adalah rasa yang tepat di waktu yang salah. Bukan tentang perasaan juga, lebih tepatnya tentang bagaimana seseorang bisa mengontrol perasaan itu.

Lagipula, jatuh cinta pada seseorang yang sangat dekat dengan kita merupakan hal wajar. Ia jadi orang pertama yang tahu soal apapun masalah yang sedang dihadapi saat itu. Tangis dan tawa menjadi makanan sehari-hari untuk kalian. Ketika ulang tahun misalnya, tidak pernah ada kata absen untuk mengucapkan satu sama lain.

Sekali lagi, tidak ada yang salah soal kenapa seseorang bisa menyimpan rasa pada sahabatnya sendiri. Anggap saja ini sebagai ujian antara terus bertahan, atau justru untuk melepas perasaan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline