Well, bulan Maret ini menjadi bulan yang cukup baik untuk para pencinta film. Beberapa waktu lalu, misalnya, film ‘Logan’ menjadi pembuka bulan Maret untuk mereka yang menyukai film superhero, khususnya serial X-Men. Setelah itu, muncul juga film ‘Kong: Skull Island’ yang dibintangi oleh pemeran Loki dalam film Thor. Film ini juga menjadi salah satu film yang ditunggu di tahun 2017. Dan sekarang, sedang panas-panasnya film ‘Beauty and The Beast’ yang juga menghabiskan lebih dari satu studio untuk setiap bioskop.
Nah, saya sendiri menanti bulan Maret bukan untuk film-film di atas tadi, melainkan film dalam negeri yang berjudul ‘Trinity: The Nekad Traveler’. Sejujurnya, saya menanti film ini karena pemeran utamanya adalah Maudy Ayunda, salah satu idola saya, hehe. Tapi, tetap saja saya akan menulis ulasan tentang filmnya, bukan hanya pemeran utamanya saja. Film ini sendiri merupakan adapatasi dari buku ‘Trinity: The Naked Traveler’. Saya sendiri memang belum sempat membaca bukunya, jadi belum bisa membandingkan bagaimana kesesuaian isi buku dan cerita film.
Oke, mari kita mulai ulasannya. Trinity (Maudy Ayunda) adalah seorang perempuan kantoran yang memiliki hobi traveling ke tempat yang sangat indah, baik itu pantai ataupun gunung. Ia pun selalu menulis bucket list-nya dalam sebuah buku kecil. Mulai dari pergi ke puncak Krakatau dan tempat-tempat indah lainnya, bahkan hingga ‘jalan-jalan’ bersama Tompi, penyanyi favoritnya. Karena hobinya ini, ia sempat ditentang oleh kedua orangtuanya, apalagi ayahnya ingin sekali Trinity segera menikah dan memiliki anak.
Kesibukannya di kantor membuat Trinity harus pintar-pintar membuat jadwal untuk jalan-jalannya. Apalagi, jatah cuti yang sudah ia pakai selama satu tahun ke belakang sudah habis terpakai. Sehingga ia harus berusaha keras untuk melobi Boss (Ayu Dewi) agar bisa mendapat cuti tambahan untuk perjalanan dia selanjutnya. Terkadang, ia pun memanfaatkan waktu long weekend agar bisa pergi meskipun hanya seorang diri.
Perjalan pertamanya dalam film ini adalah Lampung. Di sana ia menikmati berbagai acara adat dan kuliner yang tentunya akan memanjakan mata penonton dan membuat kita ingin pergi ke sana. Setelah itu, ia melanjutkan perjalanan ke Gunung Krakatau (Anak Krakatau, tepatnya), dan satu lagi ke salah satu tempat di Sumatera (saya lupa nama tempatnya apa). Nah, di sini Trinity bertemu dengan Paul (Hamish Daud) yang juga merupakan traveler. Di sinilah benih-benih cinta di antara mereka mulai muncul.
Film ini benar-benar akan membuka pemikiran Anda tentang tempat-tempat menakjubkan di Indonesia yang mungkin belum Anda tahu (ya seperti saya ini). Gara-gara film ini pun saya jadi ingin pergi keliling Indonesia dan mengunjungi tempat-tempat yang dijadikan lokasi syuting film ini seperti di Lampung dan Makassar. Bahkan, film ini pun akan menjelaskan beberapa tips ketika ingin melakukan traveler. Seperti memesan tiket dari jauh hari, ataupun memesan tiket ketika tengah malam agar mendapat potongan harga.
Selain pemandangan Indonesia yang sangat indah, film ini pun akan menghadirkan lokasi di Filipina, mulai dari tempat, kuliner, hingga beberapa kebudayaannya. Negara ini dikunjungi Trinity ketika sedang traveling bersama Yasmin (Amanda), Nina (Anggika Bolsteri), dan Ezra (Babe Cabita). Di sini mereka menemukan hal-hal menarik yang tidak hanya ada di Indonesia. Dan yang paling saya ingat adalah salah satu kuliner bernama D.O., yaitu daging anak ayam yang baru berusia 2 hari dan bisa langsung dimakan dengan sekali hap.
Film ini memang bertema adventure, namun juga memiliki humor yang cukup kental, apalagi dengan kehadiran Ayu Dewi dan Babe Cabita yang memang merupakan seorang comedian. Bahkan tokoh-tokoh lainnya, termasuk Maudy Ayunda, bisa juga membawa nuansa komedi dalam film ini. Selain petualangan dan komedi, film ini pun menghadirkan kisah romantic antara Trinity dan Paul yang bertemu lagi di Maldives.
Untuk Anda para traveler pastinya akan tergoda untuk mengunjungi lokasi yang ada di film ini, terutama Maldives, yang memiliki pemandangan yang sangat indah, terutama untuk pantainya. Apalagi ketika malam hari, hamparan ombak yang membasahi pasir akan menyala biru seperti ada lampu di dalamnya. Pokoknya, sangat indah, deh!
Ya, sama seperi film kebanyakan, tentunya ada konflik yang mengisi jalan cerita film. Salah satunya adalah konflik Trinity bersama dua temannya. Namun, konflik ini kurang terasa dan masih terkesan biasa saja. Selain itu, kekurangan dari film ini lainnya adalah tidak adanya ‘akhir cerita’ antara Trinity dan Paul yang dibiarkan menggantung.
Untuk nilainya saya cukup memberikan 7.8/10 dengan beberapa pertimbangan di atas. Nah, bagaimana? Tertarik untuk menontonnya juga? Tidak ada salahnya juga kok, apalagi dengan menonton film ini, kita ikut mendukung film Indonesia :)