Tak dapat dibantah bahwa akuntansi masih menjadi jurusan favorit ketika lulusan SMA/sederajat hendak meneruskan pendidikannya ke jenjang yang lebih tinggi. Baik itu dari IPA, IPS, ataupun SMK jurusan non-akuntansi. Materinya yang umum dan cukup mudah dipahami menjadi salah satu alasan kenapa jurusan ini banyak dicari orang.
Selain itu, lapangan kerja yang tersedia untuk lulusan akuntansi pun sangat terbuka lebar. Bagaimana tidak, semua perusahaan (dari sektor manapun) tentunya membutuhkan jasa seorang akuntan untuk mengelola keuangannya. Mulai dari pencatatan transaksi, keluar-masuknya kas, membuat laporan keuangan, hingga menentukan apakah perusahaan tersebut mengalami keuntungan atau justru kerugian.
Pertanyaannya sekarang, apakah kamu adalah salah satu dari mereka? Sudah lulus dan memiliki pekerjaan? Atau malah kamu bukanlah mahasiswa atupun yang bekerja di bidang akuntansi, tapi memiliki teman di jurusan tersebut? Hmmm saya rasa tidak ada salahnya jika terus membaca artikel ini sampai kalimat terakhir. Karena bisa saja, ada hal yang memang benar terjadi di kehidupan kamu seperti yang akan saya ceritakan ini. Atau bisa juga, kamu akan mengetahui bagaimana rasanya menjadi seseorang yang pernah berjuang mencari ilmu di bidang akuntansi ini.
Jumlah Laki-Laki Berbanding Jauh Dengan Jumlah Perempuan
Di antara kita mungkin sudah banyak yang tahu bahwa perempuan menjadi mayoritas di jurusan akuntansi, sedangkan laki-laki adalah sebaliknya. Bahkan, di beberapa kasus, jumlah perempuan mencapai 4x lipat jumlah laki-laki di dalam sebuah kelas. Maka tak heran, pejantan tangguh di sini menjadi limited edition dan berharga untuk para Dewi.
Dengan jumlah yang timpang ini, tentunya peran mereka akan sangat dibutuhkan. Misalnya; minta antar ke kosan, nebeng ke suatu tempat, pura-pura jadi pacar, dan membawa fotokopian dosen yang berat persatuannya seperti buku telepon.
Mengerjakan Tugas Sampai Berlembar-lembar
Mahasiswa akuntansi mana yang tidak mengenal jurnal? Sama seperti nasi, jurnal sudah menjadi santapan sehari-hari yang mau tak mau harus dikonsumsi. Masalahnya, transaksi yang ada di dalam satu periode tidak hanya satu atau dua saja, namun sangat banyak. Oleh karena itu, pembuatan jurnal pun tidak memakan halaman yang sedikit. Belum lagi membuat laporan keuangan lainnya yang tentunya sampai harus menahan kantuk dan pegalnya tangan karena harus ditulis manual.
Apapun yang Terjadi, Semua Harus Balanced
Satu lagi hal yang tak boleh terlewatkan, yaitu harus balanced ketika membuat jurnal dari sisi debit dan kredit, ataupun ketika membuat laporan keuangan seperti Neraca dan Laporan Laba/Rugi. Dan ketika apa yang diharapkan itu tidak terjadi, maka otak akan kembali bekerja. Semua transaksi akan diperiksa satu-persatu hingga menemukan celah kesalahan yang dimaksud. Intinya tetap pada peraturan awal. Semua harus seimbang.
Bukan hanya soal balanced saja yang menjadi permasalahan anak akuntansi, tapi juga tentang kesamaan dengan jawaban teman. Ketika jawaban sendiri dengan jawaban teman berbeda, maka hal yang akan dirasakan pun tidak jauh berbeda. Lagi-lagi panik. Lagi-lagi mencari kesalahan.
Kalkulator Adalah Nyawa Kedua
Menghitung transaksi sampai hitungan milyar bahkan trilyun tentunya bukan hal yang mudah dilakukan jika dengan cara manual. Maka dari itu, peran kalkulator di sini sangat penting bagi kehidupan mereka di kampus. Setidaknya, setiap mahasiswa harus memiliki satu kalkulator. Dan ketika lupa membawa kalkulator, apalagi saat ujian/kuis, maka mereka pasti akan panik. Meminjam kalkulator orang lain dari kelas sebelah adalah salah satu jalan alternatif.
Anak IPA Akan Sedikit Teringgal di Awal, namun Unggul di Selanjutnya
Bukan berarti anak IPS ada di bawah anak IPA. Tapi, banyak kasus yang memang terjadi seperti ini. Anak IPA yang sama sekali tidak tahu apa-apa tentang akuntansi pasti akan sedikit kesulitan ketika di awal semester. Mereka akan banyak bertanya ke anak IPS yang saat sekolah dulu sudah mendapatkan materi ini.
Tapi keberadaan anak IPA yang sudah terbiasa mempelajari ilmu eksak seperti fisika dan matematika, membuat mereka cepat mengerti tentang materi yang diberikan dosen. Sehingga, ketika materi baru yang lebih sulit menjadi pelajaran mereka, anak IPA perlahan menjadi lebih unggul. Intinya sih, semua tergantung dari pribadi masing-masing. Sejauh mana mereka mau belajar dan berusaha :)