: dari "Wind of Change"
Aku berjalan di tepi Moskva, sungai itu mengalir seperti nadi kota: berdenyut, penuh rahasia tua dan bisikan perang yang mengendap di dasar lumpur. Taman Gorky terbentang, tempat di mana para pecinta bersembunyi di bawah bayang-bayang patung Lenin yang lelah.
Angin melintas, membawa serpihan mimpi yang tak pernah selesai: serpihan surat cinta yang tak terkirim, bau asap rokok dari bibir tentara muda, dan suara gitar usang yang retak di tengah malam.
Aku dengar lonceng kebebasan, tapi suaranya samar, tertelan hiruk-pikuk kereta bawah tanah dan tawa anak-anak yang bermain di taman. Mereka berkata, masa depan ada di udara, tapi udara di sini bau knalpot dan vodka.
Baca Juga: Tulang Retak
Di malam Agustus yang lengang, langit terbuka seperti luka tua, dan tentara berjalan pelan, meninggalkan jejak sepatu yang akan dilupakan hujan esok hari. Aku ingin bertanya, apakah mereka juga mendengar angin itu? Angin yang membawa lagu tentang harapan dan Balalaika yang menyayat jiwa.
Tapi harapan di sini murah, dijual di toko-toko pinggir jalan bersama kartu pos dan boneka Matryoshka. Kita semua membeli, meski tahu itu palsu.
Di sinilah aku, di antara sungai yang tak pernah berhenti dan taman yang menyimpan terlalu banyak cerita. Aku menunggu, di bawah lampu jalan yang berkedip seperti mata pecundang, menunggu angin itu datang lagi: angin yang katanya bisa membawa perubahan. Tapi perubahan seperti vodka murahan, membakar tenggorokan, lalu hilang tanpa jejak di pagi hari.
Dan di sana, anak-anak masa depan tertawa, bermain dengan mimpi yang tak pernah kita selesaikan.
Jakarta-Bekasi, 2025