Lihat ke Halaman Asli

Gilang Ramadhan

Bachelor of Education in Indonesian Language and Literature, Indraprasta University, Jakarta

Jejak di Langit

Diperbarui: 1 Januari 2025   15:41

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Foto Awan Cirrus Saat Golden Hour. Sumber: Pexels.com/Niranjan

Langit malam mulai memudar,
seperti jendela yang dibiarkan buram oleh waktu.
Di sana, bulan tergantung rendah,
sebelah matanya tertutup awan.

Aku melihat jejak burung di udara,
garis-garis tipis yang hampir tak tampak,
seperti bekas langkah di jalan berdebu
yang segera disapu angin.

Mereka yang pergi tak akan kembali,
itu sudah pasti.
Tapi apakah mereka tahu
seperti apa langit terasa malam ini?

Kadang aku membayangkan,
mungkin mereka melihat kita dari balik kabut
atau menjadi bagian dari bayangan yang
bergerak cepat, lalu hilang.

Baca Juga: Tulang Retak

Apa yang tersisa jika jejak itu pudar?
Mungkin hanya kehampaan,
atau suara angin yang menyebut nama,
sekali, sebelum diam lagi.

Di bawah sini, aku mencoba mendengar,
menunggu bisikan,
tapi semua yang kudapat hanyalah bunyi daun
yang jatuh, menyentuh tanah.

Aku berpikir, apakah jiwa mereka
masih mencari sesuatu,
atau mungkin mereka telah menjadi seperti udara,
tidak membutuhkan bentuk atau warna.

Kadang kupikir, kita terlalu keras berpegang,
pada cahaya, pada ingatan,
sementara malam hanya ingin
menghapus semua itu pelan-pelan.

Baca Juga: Lalu Lintas Kenangan

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline