Lihat ke Halaman Asli

Gilang Ramadhan

Bachelor of Education in Indonesian Language and Literature, Indraprasta University, Jakarta

Di Bawah Langit Hitam

Diperbarui: 22 November 2024   21:51

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Foto Langit Malam Menjelang Pagi. (Sumber: Pexels/Raman Deep)

Pagi seperti butiran pasir yang menguap. Matahari tak peduli. Hanya berdiri di sana. Hitam menyelimuti mereka. Dua bayangan yang beranjak dari cahaya. Langkahnya menjauh dari jawaban.

Mereka tergelincir di atas embun. Tanpa pegangan. Hanya pantulan wajah di cermin air. Warnanya menyakitkan mata. Tapi mereka tetap. Diam-diam.

Keinginan membesar. Lebih besar dari tawa. Lebih kokoh dari pecahan hari. Mereka menciptakan sesuatu di dalam retakan itu. Di bawah langkah-langkah yang tak pernah sampai. Ada sesuatu yang tumbuh. Tidak hancur, hanya ada.

Jika mereka saling melihat, mungkin dunia akan bergetar. Seutas belas kasih yang liar. Menyeruak dari dada mereka. Memukul keras tembok-tembok jiwa yang beku.

Tapi mereka hanya berjalan. Satu ke kiri, satu ke kanan. Menghindari setiap percakapan, yang hanya bisa ditahan oleh kedalaman air. Dan hari itu, tetap melayang.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline