Lihat ke Halaman Asli

Gilang Ramadhan

@dampstain

Di Tanah Kosong

Diperbarui: 21 November 2024   21:37

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Foto Tanah Kosong. (Sumber: Pexels/Roman Odintsov)

Kami duduk di tepi jalan yang retak. Lalu angin datang. Terasa seperti kata-kata yang tak pernah diucapkan. Menggigit lidah dan menembus kerongkongan. Kami tak berbicara, hanya menatap matahari yang mulai jatuh di ujung langit. Seperti janji yang terlupakan.

Di tengah malam yang sunyi, suara tikus berlarian di celah-celah dinding. Membawa bisik-bisik yang lebih keras daripada hati yang gelisah. Kami melangkah tanpa arah. Seperti bayangan yang menunggu untuk hilang, di tanah ini, yang hanya mengenal hampa.

Ada pohon yang tumbuh tanpa akar. Dahan-dahannya meraih ke langit. Tapi tak pernah sampai. Di bawahnya kami duduk. Menunggu sesuatu yang tak pernah datang. Dan waktu seolah beku di antara desah napas, yang terus berusaha tetap ada.

Di tanah yang tak mengenal air, patung-patung berdebu berdiri tanpa kata. Tangan kosong menyentuh batu yang retak. Bintang-bintang tak pernah menunggu kita. Hanya memudar. Satu per satu. Seperti impian yang tak pernah tercapai, di malam yang terlalu panjang.

Kami berjalan mengelilingi dunia yang hilang. Di bawah langit yang tak lagi biru. Di mana setiap langkah terasa berat. Dan setiap harapan terlalu jauh. Dan akhirnya, dunia ini berakhir. Bukan dengan ledakan, tapi dengan keluhan yang meresap ke tanah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline