Lihat ke Halaman Asli

Gilang Rahmawati

Sehari-hari menjadi kuli tinta.

Panggil Mereka, Kakek, dan Nenek

Diperbarui: 25 Juni 2015   03:17

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1341456482267743939

[caption id="attachment_192505" align="aligncenter" width="540" caption="(tatapku sudah mulai sayu)"][/caption]

Kita akan menjadi seperti mereka

Dua insan yang hidup lebih dari dua generasi

Kita akan menjadi seperti mereka

Merasakan nikmatnya asam garam yang penuh sensasi

Mereka, insan yang punya sejuta sejarah

Lihat saja dari keriput yang sudah seperti beranak-pinak

Dongeng masa lalu, pasti menjadi cerita yang penuh gairah

“Dulu..”

Kata itu adalah awal, dari sebuah sejarah milik mereka

Kita, patut diam, dan nikmati saja dongeng masa lalunya

Tak akan lama

Mungkin hanya menghabiskan dua gelas teh hangat dan sepotong roti

Seketika, tangan yang bergetar itu akan membelai lembut

Rasanya hangat

“Cu..kamu adalah salah satu misteriku dahulu, yang kini menjadi nyata”

Ya, mereka tak kan pernah mengira

Menjadi insan yang kini telah renta

******

[caption id="attachment_192506" align="aligncenter" width="540" caption="(aku telah menua, tapi tetap berkhayal bahagia)"]

13414566761129893537

[/caption]

Aku telah hidup pada empat generasi

Aku ini lelaki, yang kini tak punya istri

Hidupku sekarang hanya menyendiri

Aku punya banyak cerita,

Tentang gagahnya aku menghadapipenjajah

Akan ku dongengkan untuk kalian dengan rasa cinta

Dan penuh gairah

Dulu suaraku banyak dipuja

Kini suaraku menjadi antara ada dan tiada

Aku sudah terlalu banyak makan asam garam

Dari kisah menjadi bangsawan, hingga kisah kelam

[caption id="attachment_192507" align="aligncenter" width="540" caption="(masih ku tatap pasti, sebuah kebahagiaan)"]

13414567271422489392

[/caption]

Aku duduk disini

Bukan seperti pengemis

Aku duduk disini

Bukan untuk minta-minta

Biarkan aku istirahat sejenak

Menata nafas, yang tak beraturan

Lihat keriputku seperti beranak-pinak

Lihat pula, rambutku, putih tanpa polesan

Tulangku sudah merapuh, ia akan membentuk seperti udang

Tak apa, yang penting aku masih ada untuk hidup senang

****

[caption id="attachment_192508" align="aligncenter" width="540" caption="(inilah bahagiaku, tersenyum bersama keriput)"]

13414567821624843593

[/caption]

Dan lihat, aku ini seorang perempuan yang diberi gelar “nenek”

Aku sudah lupa, aku punya cerita bahagia apa

Cucuku bilang, aku ini periang

Anakku bilang, aku banyak disayang

[caption id="attachment_192509" align="aligncenter" width="540" caption="(berdiri sabar, menanti rejeki)"]

1341456864794415933

[/caption]

Dan aku, pada usiaku kini, masih ingin mencari rejeki

Berjejal dengan tumpukan pisang

Berharap pagi cerah mendatangkan uang

Biarkan kelak aku istirahat tanpa dihujani tangisan

Biarkan aku tersenyum senang

Hingga surga yang telah dijanjikan datang

****

Ya, sebut saja kami ini adalah insan yang telah menjadi tua renta

Yang masih punya cinta

Dan ingin bahagia

**

Yogyakarta, Juli.

Gilang Rahmawati

(WPC: Potrait)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline